Edisi.co.id, Jakarta - Laporan terbaru Bank Dunia mengungkap bahwa 60,3 persen penduduk Indonesia atau sekitar 172 juta jiwa masih tergolong miskin berdasarkan standar internasional. Temuan ini memicu kritik dari pengamat politik Rocky Gerung, yang menilai ada kegagalan serius dalam kebijakan ekonomi selama satu dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025, Bank Dunia menyatakan bahwa 60,3 persen warga Indonesia hidup dengan pengeluaran di bawah US$6,85 per hari (berdasarkan paritas daya beli/PPP)—ambang kemiskinan yang digunakan untuk negara berpendapatan menengah atas.
Angka tersebut sedikit membaik dibandingkan tahun 2023 (61,8 persen), namun tetap mencerminkan bahwa mayoritas warga Indonesia masih berada dalam kondisi rentan secara ekonomi, menurut standar global.
Rocky Gerung menyebut temuan Bank Dunia sebagai “tamparan keras” terhadap klaim keberhasilan ekonomi selama era Jokowi. Menurutnya, data tersebut menunjukkan bahwa narasi pertumbuhan dan pembangunan yang digaungkan selama dua periode pemerintahan Jokowi bertolak belakang dengan realitas sosial-ekonomi rakyat.
“Kalau setelah 10 tahun memimpin, lebih dari separuh rakyat Indonesia masih miskin menurut standar dunia, berarti ada yang keliru dalam pengelolaan negara,” kata Rocky, Kamis (12/6).
Ia juga menyoroti perbedaan signifikan antara data Bank Dunia dan data Badan Pusat Statistik (BPS), serta menuduh pemerintah sebelumnya “menyederhanakan kemiskinan lewat angka-angka yang dipoles.”
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menegaskan, perbedaan data terjadi karena perbedaan metodologi. BPS menggunakan pendekatan Cost of Basic Needs dengan garis kemiskinan sebesar Rp595.242 per bulan (sekitar Rp20.000 per hari), sehingga mencatat angka kemiskinan nasional sebesar 8,57 persen pada September 2024—setara sekitar 24 juta penduduk.
Amalia menyatakan bahwa standar Bank Dunia tidak keliru, tetapi tidak dapat disamakan langsung dengan indikator domestik karena latar belakang dan tujuannya berbeda.
Perbandingan Kawasan
Dibandingkan negara-negara ASEAN lain, proporsi penduduk miskin di Indonesia berdasarkan standar US$6,85 PPP lebih tinggi dari Vietnam (18,2%), Thailand (7,1%), dan Malaysia (1,3%). Hanya Laos yang mencatat angka lebih tinggi, yakni sekitar 68,5 persen.
Perbedaan data ini menyoroti pentingnya literasi publik terhadap metode penghitungan kemiskinan, sekaligus membuka ruang evaluasi terhadap capaian pembangunan era pemerintahan sebelumnya.
Bagi Rocky Gerung, data ini adalah bukti kegagalan warisan ekonomi era Jokowi. Bagi BPS, ini adalah pengingat bahwa angka perlu dibaca dalam konteks metodologinya.
Sumber: Facebook Update Nusantara