Sebagai panduan, terdapat pula Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Hak Jawab, yang menegaskan bahwa:
1. Hak jawab harus disampaikan secara tertulis kepada media yang bersangkutan.
2. Hak jawab harus memuat identitas yang jelas dari pihak yang mengajukan.
3. Hak jawab harus menjelaskan secara spesifik bagian berita mana yang dianggap merugikan.
4. Hak jawab dapat disertai data atau dokumen pendukung untuk memperkuat substansi.
Peraturan ini memberikan kepastian bahwa media tidak bisa dipaksa untuk memuat hak jawab yang hanya berupa klaim tanpa dasar.
Dalam praktiknya, media sebaiknya bersikap hati-hati dan proporsional. Pertama, selalu mendokumentasikan setiap permintaan hak jawab atau somasi yang masuk. Kedua, merespons secara resmi dan meminta kelengkapan bukti jika tidak ada data yang disertakan. Ketiga, bila bukti tidak kunjung diberikan, media dapat menolak pemuatan dengan menyatakan bahwa hak jawab tidak memenuhi syarat. Langkah ini melindungi media dari risiko hukum sekaligus menjaga integritas pemberitaan.
Kesimpulannya, hak jawab adalah hak fundamental yang wajib dihormati. Namun hak jawab tidak bisa dipisahkan dari kewajiban menyertakan bukti. Media tidak boleh dipaksa menjadi corong klaim sepihak. Hak jawab harus ditulis oleh pihak yang merasa dirugikan, harus berbasis data, dan harus relevan dengan substansi berita. Tanpa itu semua, hak jawab hanya akan mereduksi makna demokrasi dan mengaburkan kebenaran yang sejatinya ingin ditegakkan. Media yang sehat adalah media yang terbuka terhadap kritik, tetapi tegas dalam menjaga integritas.