berita

Bom Bunuh Diri Dalam Pandangan Islam

Senin, 29 Maret 2021 | 01:02 WIB
IMG-20210329-WA0018

 

Oleh: Prof Dr. H. Dadan Wildan. - Sekretaris Majelis Penasehat PP PERSIS.

Edisi.co.id, Bandung - Kita kembali tersentak dengan peristiwa bom bunuh diri. Bom bunuh diri itu terjadi di depan Gereja Katedral di Makassar, pukul 10.28 Wita, Minggu 28 Maret 2021.

Beberapa tahun lalu, juga terjadi peledakan bom di Gereja Bethel Injil Sepenuh kota Solo Jawa Tengah, minggu 25 september 2011. Lalu rangkaian peristiwa meledaknya bom di berbagai tempat di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur pada 13–14 Mei 2018. Tiga tempat di antaranya tempat ibadah di Gereja Santa Maria Tak Bercela, GKI Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jemaat Sawahan.

Tentu saja, rangkaian aksi bom bunuh diri di berbagai gereja itu, tidak dibenarkan dari sudut pandang apapun.

Pemerintah, para alim ulama, dan kalangan masyarakat, ramai-ramai mengutuk keras aksi keji itu.

Pertanyaannya, mengapa aksi-aksi seperti itu terus terjadi?

Ada pemahaman yang salah dari sekelompok orang tentang makna jihad dengan melakukan aksi bom bunuh diri.

Bagaimana Islam memandang aksi seperti itu?

Dr. Muhammad Tha’mah Al-Qadah dalam kitab “Al-Mughamarah bi an-Nafsi fi al-Qital wa Hukmuha fi al-Islam (Al ‘Amaliyyat al Istisyhadiyyah)” atau “Aksi Bom Syahid Dalam Pandangan Hukum Islam”, mengetengahkan beberapa syarat utama yang amat ketat seseorang dapat melakukan aksi bom bunuh diri.

Menurut Al-Qadah, aksi bom bunuh diri hanya dapat dilakukan di medan perang, dengan niat ikhlas karena Allah SWT, berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW: “Barang siapa yang berperang demi menegakkan kalimah Allah, maka ia berada di jalan Allah”.

Aksi bom bunuh diri, juga harus dengan tujuan membebaskan kaum muslimin dari cengkeraman musuh, serta menjaga harta dan harga diri kaum muslimin, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW: “Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya yang didzalim, ia termasuk syahid”.

Lebih lanjut, Al-Qadah menambahkan bahwa aksi bom bunuh diri dapat dilakukan jika tidak ada jalan lain yang lebih efektif untuk memerangi musuh, selain dengan cara bom bunuh diri. Kalau ada cara lain selain mengorbankan diri, maka cara lain itulah yang lebih didahulukan, seperti menggunakan senjata dari jarak jauh. Tindakan bom bunuh diri harus dapat melemahkan musuh, menakuti musuh, menggoyahkan keberadaan musuh, dan menghancurkan kekuatannya, baik persenjataan maupun perekonomiannya.

Pada akhirnya, Al-Qadah menegaskan bahwa tindakan bom bunuh diri harus diatur oleh pihak pemerintahan yang sedang dalam kondisi perang, dengan pertimbangan keuntungan yang diraih harus lebih besar dari kerugian yang dikorbankan.

Dalam pentas Sejarah Nasional Indonesia, aksi bom bunuh diri sesuai dengan kriteria di atas pernah dilakukan oleh dua pahlawan muda, yakni Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan pada tanggal 11 Juli 1946.

Keduanya, meledakkan diri di gudang Mesiu markas tentara Belanda di Dayehkolot, Bandung Selatan dengan geranat tangan. Keduanya hancur luluh bersama ribuan ton bahan peledak. Keduanya rela mati, dengan tujuan untuk menghancurkan kekuatan tentara Belanda.

Muhammad Ramdan sebagai anggota Lasykar Hizbullah dan Muhammad Toha dari Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI) berniat ikhlas karena Allah untuk menegakkan kalimah Allah SWT dan membebaskan kaum muslimin dari cengkraman musuh (Belanda).

Kedua lasykar perjuangan itu sepakat bahwa tidak ada cara lain untuk menghadapi kekuatan musuh yang lebih kuat, selain dengan meledakkan gudang mesiu, karena persenjataan tentara dan lasykar perjuangan ketika itu masih amat terbatas. Dengan hancurnya gudang mesiu, tentu dapat melemahkan basis kekuatan tentara Belanda di Jawa Barat.

Perlu dicatat, aksi itu, dilakukan ketika negara dalam keadaan perang (pada Perang Kemerdekaan 1945-1949; ketika Negara Republik Indonesia menghadapi tentara kolonial Belanda).

Sementara itu apa yang dilakukan oleh pelaku bom bunuh diri di berbagai Gereja yang saya sebutkan tadi, tidak ada satu pun kriteria yang dapat terpenuhi sebagaimana dikemukakan Dr. Muhammad Tha’mah Al-Qadah.

Saat ini, negara dalam keadaan aman dan damai, tidak dalam kondisi perang; kaum muslimin tidak sedang dalam keadaan tertindas; kaum muslimin tidak sedang dalam konflik atau berperang dengan kaum nasrani; dan tidak ada satupun ulama yang menyatakan tindakan itu sebagai tindakan yang dibenarkan oleh agama.

Jadi, tindakan yang dilakukan oleh para pelaku bom di gereja, termasuk tindakan intihar atau bunuh diri yang diharamkan dalam ajaran Islam sekaligus juga menghancurkan dan merusak citra Islam sebagai agama yang membawa misi rahmatan lil ’alamin.

Tags

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB