Oleh: Dr.KH.Syamsul Yakin)*
Besok, kita akan berada pada Idul Fitri hari ketiga. Ketar-ketir kita bertanya, apakah kita masih fitri?
Apakah kita sudah terkontaminasi dengan makan lezat, pakaian baru, dan bertamasya?
Menjaga fitri lebih sulit dari mendapatkannya. Kita tahu Idul Fitri tidak identik dengan lebaran. Lebaran dengan semua tradisinya pasti berlalu.
Tetapi Idul Fitri dengan makna hakikinya sedianya terus menjadi cermin bagi perbuatan dan perilaku kita kendati Ramadhan hampir sebulan meninggalkan kita.
Baca Juga: Hikmah Puasa ke 29, Makna Ied Menurut ulama
Motivasi lebaran dipacu untuk memuaskan aspek fisikal yang dangkal. Sedangkan kerinduan akan Idul Fitri dipicu karena manusia sadar akan eksistensinya: dari mana berasal, untuk apa diciptakan, dan akan ke mana kelak.
Bila lebaran bersimbolkan pakaian dunia yang serba baru, maka Idul Fitri berbalutkan pakaian ukhrawi yang serba otentik.
Lebaran dinantikan oleh mereka yang menekankan aspek kemeriahan dan kemegahan palsu dan serba menipu.
Idul Fitri dinantikan oleh mereka yang selalu melakukan perenungan dan peningkatan iman yang dibuktikan dengan kesepadanan antara porsi spiritual dan material serta antara saleh secara ritual dan sosial.
Baca Juga: Kesunnahan Sebelum Sholat Idul Fitri yang Bisa Dilakukan Umat Islam
Tegasnya, bila selepas Ramadhan, kita belum juga sudi menengok dan berpihak kepada keadilan, kebenaran, kedamaian, persatuan, dan kemakmuran untuk semua berarti kita telah kehilangan fitri.
Karena itu kita juga gagal menyingkap tabir kemanusiaan dan ketuhanan. Termasuk, kita tidak memiliki kepekaan terhadap seluruh eksistensi diri.
Untuk menjaga fitri, mari kita renungi firman Allah SWT, “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan baginya di dunia, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya satu bagian pun di akhirat” (QS. al-Syuura/42: 42).
Maksudnya, untuk menjaga fitri selepas Ramadhan ini kita harus memotivasi diri untuk terus-menerus meningkatkan intensitas hablumminallaah dan hablumminanaas.
Puasa Ramadhan yang lalu seharusnya membuat kita memaknainya sebagai momentum keagamaan dan kemanusiaan dengan menyibak makna hakikinya.
Baca Juga: Ingin Mempunyai Buah Hati Cerdas Secara Spiritual ? Simak Beberapa Tips yang Orang Tua Wajib Tahu
Artikel Terkait
Sebanyak 700 Diaspora Indonesia di Perancis Rayakan IdulFitri pada Jumat
Momentum Idulfitri 1444 H, Menhan Prabowo Doakan Bangsa dan Negara Indonesia: Aman, Adil dan Makmur
Pastikan Keandalan Listrik, PLN Hadir di Setiap Titik Kegiatan Prioritas Masyarakat
H1 Idul Fitri 2023, Jumlah Penumpang Kapal Naik 5 Persen Dibanding Tahun 2022
Masyarakat Antusias dengan Program Mudik Mudik Gratis Sepeda Motor