Edisi.co.id - Sebanyak 29 musisi ternama Indonesia resmi mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan ini didaftarkan sejak pekan lalu dan kini menjadi perbincangan hangat di industri musik Tanah Air.
Berdasarkan informasi dari situs resmi MK pada Selasa 11 Maret 2025, permohonan tersebut terdaftar dengan nomor AP3 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.
Baca Juga: Berhasil Jaga Fundamental Kinerja dan Fokus di UMKM, BRI Raih 5 Penghargaan di Retail Banker International Asia Trailblazer Awards
Namun, dokumen rinci mengenai permohonan tersebut masih belum dapat diakses oleh publik.
Sejumlah musisi dari berbagai generasi dan genre bersatu dalam gugatan ini, termasuk Armand Maulana, Ariel NOAH, Rossa, Bunga Citra Lestari (BCL), Titi DJ, hingga musisi muda seperti Nadin Amizah dan Bernadya Ribka.
Gugatan ini diajukan oleh para penyanyi yang tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (VISI), yang juga mengunggah pernyataan resmi di akun Instagram mereka.
Dalam pernyataan tersebut, VISI menyebutkan bahwa mereka telah mengajukan uji materiil yang diterima oleh MK pada Senin, 10 Maret 2025.
Gugatan ini mencakup tiga poin utama, yaitu perizinan performing rights, pihak yang berkewajiban membayar royalti, serta penentuan tarif royalti dan status hukum wanprestasi pembayaran royalti.
"Apakah untuk performing rights, penyanyi harus izin langsung dari pencipta lagu? Siapakah yang dimaksud dengan pengguna yang secara hukum memiliki kewajiban untuk membayar royalti performing rights?" tulis pernyataan VISI.
Mereka juga mempertanyakan apakah ada pihak yang berhak menentukan tarif royalti sendiri di luar mekanisme Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan peraturan menteri.
Selain itu, mereka ingin mengetahui apakah keterlambatan pembayaran royalti masuk dalam kategori pidana atau perdata.
VISI berharap bahwa gugatan ini dapat menjadi jalan tengah untuk memperjelas aturan mengenai sistem royalti di Indonesia.
"Sejatinya yang kami tuju adalah kesejahteraan bersama, tanpa adanya satu pun pihak yang dikesampingkan. Semoga dengan satu visi kita dapat bergerak menuju masa depan yang lebih baik," tulis akun Instagram VISI.
Gugatan ini muncul di tengah polemik royalti musik yang kembali mencuat setelah kasus antara Agnez Mo dan pencipta lagu Ari Bias.
Masalah hak cipta dan pembayaran royalti ini telah menjadi isu yang berulang kali diperdebatkan di industri musik Indonesia.
Sebelumnya, para penggugat yang tergabung dalam VISI telah berupaya berdialog dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk mencari solusi terkait sistem royalti di Indonesia.
"Seperti yang tadi Pak Menteri bilang, kami ke sini karena keresahan yang terjadi di ekosistem musik saat ini. Kita semua kompak berpikir, ‘Wah, sepertinya kita harus ke pemerintah deh,’ paling tidak memberikan masukan dari sudut pandang penyanyi,” ujar Armand Maulana saat ditemui di Kantor Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 19 Februari 2025 lalu.
Armand menambahkan bahwa diskusi tersebut juga bertujuan untuk memberikan pandangan dari berbagai pihak di industri musik.
“Pak Menteri tadi bilang, bukan hanya penyanyi yang hadir, tetapi juga pencipta lagu dan promotor. Kami di sini hanya ingin memberikan masukan dari sudut pandang kami,” tuturnya.
Dengan adanya gugatan ini, para musisi berharap agar pemerintah bisa lebih memahami kompleksitas industri musik dan menciptakan regulasi yang adil bagi semua pihak.***
Artikel Terkait
Berhasil Jaga Fundamental Kinerja dan Fokus di UMKM, BRI Raih 5 Penghargaan di Retail Banker International Asia Trailblazer Awards
Buka Puasa dengan Media, Kapoldasu Berharap Wartawan Menyajikan Berita TAP
Rilis e-Book Manasik, Menag: Tak Hanya Bermuatan Fiqih, Tapi Hikmah Haji dan Umrah
Gubernur Sulawesi Utara tinjau areal Universitas Islam di Bolaang Mongondow
Gubernur Pramono Sebut Peluncuran QRIS TAP Jadikan Perjalanan Masyarakat lebih Mudah dan Cepat