Oleh : Marta Jaya Putri
Edisi.co.id - Pernahkah kita merasa heran melihat balita berusia dua atau tiga tahun mampu berbicara lancar, menirukan intonasi orang dewasa, dan menyusun kalimat yang terasa “matang’’, padahal mereka belum pernah membuka buku tata bahasa? Dari sudut pandang linguistik, kemampuan berbahasa balita justru bukan sesuatu yang luar biasa, melainkan sesuatu yang alamiah.
Linguistik modern memandang manusia sebagai makhluk yang sejak lahir telah dibekali kemampuan berbahasa. Noam Chomsky, salah satu figur sentral dalam kajian linguistik, memperkenalkan gagasan Language Acquisition Device (LAD), yaitu mekanisme bawaan dalam otak manusia yang memungkinkan anak memahami serta membentuk sistem bahasa sejak usia dini. Atas sebab ini anak tidak membutuhkan pengajaran tata bahasa secara langsung. Mereka sekedar menghafal aturan, melainkan menalar dan menangkap pola dari bahasa yang terus mereka dengarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan berbahasa balita juga sangat dipengaruhi oleh kondisi otak mereka yang masih lentur dan mudah beradaptasi. Pada masa awal kehidupan, perkembangan jaringan saraf berlangsung sangat cepat. Setiap kata yang didengar anak menjadi masukan penting bagi otaknya untuk menghubungkan bunyi, makna, dan struktur kalimat.
Kemampuan linguistik balita tidak tumbuh secara terisolasi tetapi faktor lingkungan juga sangat berperan besar. Anak yang kerap diajak berbincang, dibacakan berita, serta mendapatkan respons atas ucapannya cenderung menunjukkan perkembangan bahasa yang lebih cepat. Bahasa berkembang melalui interaksi timbal balik, bukan melalui pengajaran satu arah. Dalam pandnagan linguistik, bahasa bukan hanya sarana komunikasi, melainkan juga praktik sosial yang dinamis
Pada akhirnya, kemahiran berbahasa balita menyimpan pelajaran berharga: bahasa merupakan potensi alami manusia yang akan berkembang secara optimal apabila diberi ruang, rangsangan, dan interaksi yang sehat. Peran orang dewasa bukanlah menuntut anak agar segera “mahir”, melainkan menyediakan lingkungan yang mendukung tumbuhnya potensi linguistik tersebut secara wajar. Jika balita mampu menguasai bahasa dengan begitu luwes, barangkali pertanyaan yang lebih tepat bukan mengapa mereka begitu pandai berbicara, melainkan mengapa kita tidak lagi belajar dengan cara yang sama seperti mereka.
(Penulis : Marta Jaya Putri, Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah)
Artikel Terkait
Sinar Mas Land Gelar Workshop BUMDes untuk Perkuat Ekonomi Desa Berkelanjutan di Rumpin
Lonjakan Penumpang Nataru, Daop 6 Yogyakarta Masih Siapkan 127.350 Tiket hingga 4 Januari 2026
PTPN Siapkan Lahan Huntara di Sumut dan Aceh, Relokasi Warga Banjir Dipacu
Penantian Pilu 14 Hari di Balik Timbunan Tanah: Kisah Wanita di Sibolga Akhirnya Temukan Jasad Orang Tua
Viral di Medsos, Dokter Gigi Ternama Bongkar Dugaan KDRT hingga Pemalsuan Surat Nikah oleh Mantan Suaminya