Oleh : Huriyah Nabilah
Sejujurnya, saya sering tersenyum sendiri saat membaca komentar di media sosial. Begitu saya membuka kolom komentar, saya langsung disambut dengan kalimat yang dimulai dengan "jujuurr", "fr", "bhaapp", atau "deym". Meskipun tampak sepele, bahkan mungkin bagi sebagian orang terasa berlebihan, semakin sering saya menemukannya, semakin jelas bahwa cara Gen Z berbahasa di media sosial bukan sekadar tren iseng, melainkan gejala linguistik yang perlu diperhatikan.
Di media sosial, bahasa berfungsi dengan cara yang berbeda. Tanpa adanya intonasi suara, ekspresi wajah, atau gestur tubuh, semua pesan harus disampaikan melalui teks. Di sinilah kata-kata seperti "jujuurr" memainkan peran penting. Pemanjangan huruf bukan hanya sekadar gaya, tetapi juga merupakan upaya untuk menyalurkan emosi dan ketulusan yang biasanya ada dalam komunikasi lisan. Kata tersebut menjadi penanda: ini adalah opini jujur saya, ini adalah perasaan saya yang sebenarnya.
Hal yang sama juga berlaku pada penggunaan "fr" (for real). Kata ini sering muncul sebagai penegasan, tanda persetujuan, atau penguatan makna. Ketika seseorang menulis "fr banget", yang ingin disampaikan bukan hanya sekadar setuju, tetapi setuju dengan penuh kesadaran emosional. Di sisi lain, kata-kata seperti "deym" atau "bhaapp" berfungsi sebagai ekspresi afektif reaksi spontan terhadap sesuatu yang mengejutkan, lucu, atau absurd. Dengan demikian, bahasa Gen Z di media sosial beroperasi dengan sangat kontekstual dan emosional.
Baca Juga: SANFFEST 2025: Ketua Komite Bunda Neno Apresiasi Keberanian Santri Mengolah Cerita Sinematik
Dari perspektif linguistik, fenomena ini menunjukkan bahwa bahasa selalu bergerak mengikuti kebutuhan penuturnya. Gen Z hidup dalam ruang digital yang serba cepat dan penuh informasi. Oleh karena itu, bahasa pun beradaptasi: menjadi lebih singkat, ekspresif, dan simbolik. Dalam kajian sosiolinguistik, bahasa semacam ini juga berfungsi sebagai penanda identitas. Dengan menggunakan kosakata tertentu, Gen Z saling mengenali dan membangun rasa kebersamaan sebagai bagian dari komunitas digital yang sama.
Sejumlah ahli linguistik telah lama menegaskan bahwa perubahan bahasa adalah fenomena yang wajar. Ferdinand de Saussure, misalnya, melihat bahasa sebagai sistem sosial yang hidup dan terus berkembang sesuai dengan kesepakatan para penuturnya. Di sisi lain, William Labov melalui penelitian sosiolinguistiknya menunjukkan bahwa variasi bahasa, termasuk bahasa anak muda, bukanlah bentuk penyimpangan, melainkan cerminan dari dinamika sosial.
Dari sudut pandang ini, bahasa Gen Z di media sosial tidak bisa serta-merta dianggap "salah", melainkan berbeda dalam konteks dan fungsi.
Sayangnya, bahasa Gen Z sering kali dipandang sebagai "bahasa yang salah". Ia dibandingkan dengan bahasa baku dan dianggap merusak kaidah. Padahal, dalam linguistik, tidak ada bahasa yang benar atau salah secara mutlak; yang ada hanyalah tepat dan tidak tepat dalam konteks. Masalah baru muncul ketika ragam bahasa media sosial digunakan tanpa kesadaran situasi, misalnya dalam konteks akademik atau formal.
Namun, kesalahan ini tidak serta-merta menghilangkan nilai linguistik dari bahasa Gen Z itu sendiri.
Justru, fenomena ini memberikan kita pelajaran penting mengenai literasi berbahasa. Di era digital, kemampuan berbahasa bukan hanya soal mematuhi kaidah, tetapi juga memahami kapan, di mana, dan untuk siapa bahasa itu digunakan. Gen Z, sadar atau tidak, sedang mempraktikkan kemampuan ini dalam kehidupan sehari-hari mereka di media sosial.
Pada akhirnya, "jujuurr", "fr", dan "deym" adalah bagian dari dinamika bahasa yang terus berubah. Bahasa Gen Z di media sosial bukanlah ancaman, melainkan cermin dari zaman. Ia merekam cara generasi muda berpikir, merasakan, dan membangun relasi di ruang digital. Barangkali, alih-alih sibuk mengoreksi, kita justru perlu belajar untuk membaca perubahan ini dengan lebih terbuka karena begitulah bahasa selalu bertahan: dengan terus berubah.***
(Penulis : Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Artikel Terkait
Peluk dan Cium Haru Warnai Kedatangan Presiden Prabowo di Posko Pengungsian Langkat
Bencana Sumatera dan Aceh, AQL LAZNAS Peduli Kirim 5 Truk Bantuan Logistik dan Kesehatan Seberat 20 Ton
Pulihkan Sumatera dan Aceh, UBN Ajak Masyarakat dan Pemerintah Bergerak Bersama
PMRJ Perkuat Peran Diaspora Riau di Ibukota, Gubernur Riau Dorong Sinergi Bangun Daerah
Santri Film Festival 2025 Menuju Malam Anugerah, 126 Film Santri Melampaui Ekspektasi