Edisi.co.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti lambatnya respons masyarakat Indonesia ketika menjadi korban penipuan keuangan.
Rata-rata korban baru melapor sekitar 12 jam setelah kejadian, padahal periode tersebut dinilai sebagai masa paling krusial untuk menyelamatkan dana.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa jangka waktu 12 jam pertama sangat menentukan efektivitas pelacakan dan pemblokiran dana.
“Yang disebut 12 jam itu, itu sebenarnya adalah critical time. Kalau lebih dari itu akan jauh lebih sulit (diselamatkan," ujar Mahendra kepada wartawan di Jakarta, Selasa 19 Agustus 2025.
"Jauh lebih sulit untuk bisa melakukan penelusuran dan kemudian pemblokiran yang efektif,” imbuhnya.
Ia menjelaskan bahwa setelah melewati periode kritis, dana korban biasanya sudah berpindah ke berbagai rekening lain, termasuk payment gateway atau e-commerce, sehingga penelusuran menjadi semakin rumit.
Keterlambatan laporan, menurut Mahendra, dipicu sejumlah faktor.
Selain karena korban sering kali tidak menyadari bahwa dirinya telah menjadi sasaran scam, ada pula persoalan psikologis seperti rasa enggan atau malu untuk melapor.
“Mestinya menjadi malu karena dia lambat, karena uangnya atau uang dari keluarganya dan kemudian tentu menjadi kemungkinan hilangnya lebih besar,” jelasnya.
OJK juga menekankan bahwa tidak ada jaminan dana korban pasti kembali.
Namun, semakin cepat laporan dibuat, peluang dana bisa dibekukan atau dilacak akan lebih besar berkat dukungan infrastruktur dan teknologi yang tersedia saat ini.***
Artikel Terkait
Rekap Berita Dugaan Korupsi Bansos PKH 2020 dan Penetapan Tersangka oleh KPK
Produk Udang Beku Asal Indonesia Masuk Blacklist di AS, Diduga Terkontaminasi Zat Radioaktif
Erick Thohir Apresiasi Stadion Internasional Banten: Siap Gelar Event Timnas di Banten
Menguak Perangkat ILI UT, Teknologi Inspeksi Pipa Migas Ultrasonik yang Diluncurkan Pertamina-Pindad
5 Jejak Finansial Warga Kelas Menengah: dari Cicilan Rumah hingga Dompet Dana Darurat