Edisi.co.id - Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menjabarkan masalah privatisasi PAM Jaya atau pelayanan publik selalu jadi perdebatan.
Menurutnya polemik privatisasi ini juga harus diimbagi dengan baiknya pelayanan publik.
"Di Jakarta, 80% rumah tangga memanfaatkan air dalam kemasan untuj minum, air dalam galon tapi tidak bisa direuse kembali sehingga dapat menyebabkan degradasi lingkungan. Nah disini kita perlu memulai di PAM jaya," ujarnya dalam diskusi publik yang diadakan NU Online di kawasan Tebet Jakarta Selatan, pada Kamis (25/9/2025).
Non revenue water (NRW) nya juga lanjut dikatakan Huda masih di angka 45% artinya produkai dan jualnya terjadi gap. Namun menurutnya ada manfaat adanya privatisasi meskipun juga ada resiko yang harus ditanggung.
Baca Juga: Hadirkan Sejumlah Pakar, NU Online Jakarta Gelar Diskusi Bahas Transformasi PAM Jaya
"Manfaatnya untuk cadangan ekspansi dengan tambahan cakupan dan modal dalam meningkatkan 1 percen cakup butuh sekitar 700 M dan kalau total butuh 31 trilyun, dan IPO menjadi salah satu jalan ketika perusahaan terbuka publik maka hal itu harus transaparan dan di audit oleh akuntan publik," sambung Huda.
Pelayanan publik jadi merata karena partisipasi akan terkerek naik. Tapi, lanjut Huda pasti ada resiko karena adanya komersialiasasi.
Tinggal pihak DPRD atau PAM jaya meminimalisasi resiko karena IPO bisa cukup baik.
Baca Juga: Hadiri Rapat Paripurna DPRD, Gubernur Pramono Paparkan Rancangan APBD 2026 dan Transformasi PAM JAYA
"Untuk bisa menjaga partisipasi masyarakat tidak zonk. Ketika di IPO kita harapkan tidak ada pembenahan kepada masyarakat dan pengurangan kendali Pemprov, IPO harua dibarengi baiknya pelayanan publik," tutupnya.
Artikel Terkait
Pj Gubernur Hadiri Perayaan HUT ke-101 PAM Jaya
Apresiasi Jakarta Water Hero 2025, Gubernur Pramono Targetkan PAM JAYA IPO pada 2027
Gubernur Pramono Resmikan Universitas PTIQ Jakarta sebagai Kampus Peradaban Qurani Internasional di Jakarta Utara