edisi.co.id - Sinyal penurunan pajak pertambahan nilai (PPN) pada 2026 mendatang, membuka babak baru dalam strategi fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Sebelumnya diketahui, hal itu terjadi di tengah dorongan menjaga daya beli masyarakat, terlebih Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mulai mengoptimalkan penerapan tarif efektif yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Langkah tersebut menjadi perhatian sebagian publik usai kini munculnya pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa yang menegaskan keputusan penurunan tarif PPN akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi nasional hingga akhir tahun 2025.
Purbaya menuturkan, pemerintah ingin memastikan kebijakan fiskal tetap seimbang antara menjaga penerimaan negara dan mendorong konsumsi masyarakat.
“Kita akan lihat seperti apa akhir tahun ekonomi seperti apa, uang yang saya dapati seperti apa sampai akhir tahun,” kata Purbaya dalam konferensi pers “APBN Kita” di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 14 Oktober 2025.
Menkeu menilai, progres APBN yang menunjukkan pendapatan negara telah mencapai Rp1.863,3 triliun atau 65 persen dari target.
Di samping itu, belanja negara mencapai Rp2.234,8 triliun atau 63,4 persen dari target. Kondisi ini, menurut Purbaya, menandakan adanya defisit sebesar Rp371,5 triliun per September 2025.
“Kalau nanti memungkinkan, tentu kita akan pertimbangkan untuk menurunkan tarif PPN agar daya beli bisa meningkat, tapi harus hati-hati karena APBN juga perlu dijaga,” imbuhnya.
Berkaca dari hal itu, terdapat sejumlah kebijakan yang kini tengah dijalankan DJP terkait penerapan tarif PPN bagi masyarakat. Berikut ini ulasannya.
Tarif 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah
Sejak diterbitkan pada 2024, PMK Nomor 131 mengatur penerapan tarif PPN yang efektif mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Dalam pasal 2 ayat (2), tarif PPN ditetapkan sebesar 12 persen, tetapi penegasan pada ayat berikutnya menunjukkan bahwa tarif ini hanya berlaku untuk barang kena pajak yang tergolong mewah.
Barang mewah yang dimaksud termasuk kendaraan bermotor dengan kriteria tertentu, hunian mewah, hingga kapal pesiar dan pesawat pribadi sebagaimana diatur dalam PP 73/2019 jo. PP 74/2021 dan PP 61/2020.
Artikel Terkait
Ketua DPRD Jabar dukung Dewan Kebudayaan Jawa Barat
Kepala SMA Negeri I Dinonaktifkan, Ade Yuliasih minta Dindikbud Banten Upayakan Mediasi
Dua Pelajar Kota Tangerang Wakili Indonesia di Youth Asian Games 2025 Manama, Bahrain
Hanya Istri Cerdas yang Tahu: Cara Lapor SPT Tahunan Wanita Menikah
Telisik Aksi Santri Geruduk Rumah Atalia Praratya: Dituding Bentuk Opini Sensitif soal Bantuan Al Khoziny