"Sementara beban tanggung jawab kepada mereka (masyarakat daerah) cukup luar biasa.
Kesehatan, lingkungan, jalan-jalan, kemudian sampah, luar biasa sekali," terang Bahlil dalam presentasi disertasinya.
Bahlil menyoroti hilirisasi nikel di Morowali, Sulawesi Tengah, menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan warga sekitar.
"Kesehatan, ISPA di Sulawesi Tengah khususnya di Morowali (capai) 54 persen, itu kena semua," terangnya.
Selain itu, hilirisasi nikel di Morowali itu juga membuat kualitas air di sekitar kawasan industri menjadi buruk.
Meskipun dirinya mengungkap kritik, dirinya juga mengakui hilirisasi merupakan langkah terbaik yang diambil pemerintah.
Pihaknya memastikan akan memulai perbaikan atas dampak buruk yang dihasilkan dari industri nikel.
Rekomendasi Reformasi Kebijakan
Bahlil juga mengutarakan soal solusinya terhadap kebijakan hilirisasi di Indonesia.
Salah satu rekomendasinya, yaitu reformasi kebijakan penguatan kemitraan antara investor dengan pengusaha daerah.
"Saya pikir ke depan kita akan lakukan perubahan, yang kami sarankan adalah 30 sampai 45 persen kami ingin penerimaan negara harus dibagikan ke daerah," terang Bahlil dalam kesempatan yang sama.
Selain itu, pembagian dana bagi hasil (DBH) harus adil antara pendapatan dan pemberiannya.
"Harus dibagi DBH oil and gas dan hilirisasi. Migas nggak banyak melibatkan masyarakat dan lingkungan tapi hilirisasi nikel sepanjang jalan dan masyarakat kena dampaknya. Antara pendapatan dan pemberian harus fair," tegasnya.
"Memulai dari kekurangan jauh lebih baik daripada tidak memulai sama sekali dan kita akanmelakukan perbaikan," ujarnya.
Selain itu, Menteri Bahlil mengaku siap berkomitmen untuk melanjutkan pemajuan hilirisasi di indonesia jika dipercaya lagi masuk dalam jajaran kabinet.