“Aksi hari ini adalah bentuk solidaritas terhadap Pesantren Al Khoziny yang sedang dipertaruhkan legalitasnya oleh negara," ucap Riki kepada awak media dalam kesempatan yang sama.
"Pernyataan yang muncul dari legislatif telah membentuk opini seolah-olah terjadi pelanggaran berat di tubuh pesantren tersebut,” tambahnya.
Riki menegaskan, dugaan pelanggaran di Pesantren Al Khoziny tidak seharusnya digeneralisasi hingga mencoreng nama pesantren lain di Indonesia.
Menurutnya, ada ketimpangan dalam sorotan publik terhadap kasus ini.
“Kalau bicara soal pelanggaran berat, apa kabar dengan tragedi Kanjuruhan? Apa kabar pelanggaran HAM yang belum terselesaikan? Hal-hal besar itu seringkali tak ditindak tegas, tapi mengapa pesantren justru yang menjadi sasaran?” katanya.
Pernyataan Atalia yang Dinilai Sensitif
Sebelumnya diketahui, Atalia Praratya pernah menyebut soal pentingnya akuntabilitas penggunaan dana negara, terkhusus dalam usulan penggunaan APBN untuk membangun ulang Ponpes Al Khoziny yang ambruk pada akhir September 2025 lalu.
Saat itu, Atalia menjelaskan penggunaan APBN harus dikaji secara hati-hati agar kebijakan publik tetap adil dan transparan.
“Usulan penggunaan APBN ini harus dikaji ulang dengan sangat serius, sambil memastikan proses hukum berjalan dan kebijakan ke depan lebih adil, lebih transparan, dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial,” kata Atalia dalam pernyataan resminya, pada Jumat, 10 Oktober 2025.
Atalia menambahkan, negara memang memiliki tanggung jawab melindungi pendidikan keagamaan, termasuk pesantren.
Istri Ridwan Kamil lantas menyebut, setiap bantuan publik perlu diatur agar tidak menimbulkan persepsi ketidakadilan.
“Saya memahami kegelisahan masyarakat. Jangan sampai muncul kesan bahwa lembaga yang lalai justru dibantu, sementara banyak sekolah, rumah ibadah, atau masyarakat lain yang mengalami musibah tidak mendapatkan perlakuan yang sama,” tukas Atalia.***