Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan Ferry masih berstatus saksi karena belum cukup bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka.
“Kami hanya punya waktu 1x24 jam untuk menentukan siapa yang statusnya saksi atau tersangka,” kata Asep kepada awak media di Jakarta, pada Rabu, 5 November 2025.
“Kalau belum cukup alat bukti, kami tidak bisa sembarangan menetapkan seseorang. Harus benar-benar terpenuhi dulu kecukupannya," sambungnya.
Meski demikian, peran Ferry Yunanda disebut sangat sentral.
Ferry disebut menjadi penghubung antara enam Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas PUPR PKPP dengan Kepala Dinas M. Arief Setiawan dalam pembahasan pemberian fee kepada Gubernur Abdul Wahid.
Mulanya, mereka menyanggupi 2,5 persen, namun permintaan itu meningkat menjadi 5 persen atau sekitar Rp7 miliar setelah permintaan dari pihak Wahid disampaikan.
Uang Setoran Diduga untuk Plesiran ke 3 Negara
Dalam kasus korupsi yang menjerat Abdul Wahid, KPK menemukan uang tunai Rp1,6 miliar dalam OTT, terdiri dari rupiah, dolar AS, dan pound sterling.
Dalam Uang asing itu diduga berkaitan dengan rencana perjalanan Abdul Wahid ke 3 negara.
“Ada beberapa keperluan ke luar negeri, ke Inggris, ke Brasil, dan terakhir ke Malaysia. Itulah mengapa kami temukan uang dalam tiga mata uang,” ungkap Asep.
Asep melanjutkan, saat pemerintah daerah Riau tengah mengalami defisit anggaran, sang gubernur justru diduga memaksa bawahannya menutupi biaya plesiran pribadi.
“Seharusnya, kalau anggaran defisit, jangan membebani pegawai. Tapi ini malah meminta uang,” terangnya.
Momen Gubernur Riau Sempat Sembunyi di Kafe
Drama penangkapan Abdul Wahid tak kalah menuai sorotan publik. Saat tim KPK bergerak di Riau, Gubernur disebut sempat bersembunyi di sebuah kafe yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya.
“Kami menduga memang sudah janjian. Tapi karena waktunya molor, dia curiga dan memilih bersembunyi di kafe,” kata Asep dalam kesempatan berbeda di Jakarta, pada Senin, 3 November 2025.