edisi.co.id - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyoroti kondisi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang dinilainya tengah berada di titik terendah dalam hal kepercayaan publik.
Pria yang juga pernah mejabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi itu menilai reformasi di tubuh Polri kini menjadi kebutuhan mendesak.
Dalam pernyataannya di kanal YouTube Rhenald Kasali yang tayang Kamis, 6 November 2025, Mahfud menyebut kepercayaan publik terhadap Polri pernah anjlok drastis pada periode 2022.
Baca Juga: Jokowi Soal Wacana Soeharto dan Gus Dur Jadi Pahlawan, Sebut Semua Pemimpin Punya Jasa
“Polri pernah mengalami titik terendah hanya saat sekarang. Terutama survei antara bulan Agustus sampai bulan November 2022 itu Polri itu hanya berkisar di 52 persen,” ujar Mahfud.
Mahfud menilai turunnya kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian terjadi akibat sejumlah isu besar yang mencoreng citra institusi tersebut.
Ia menekankan bahwa reformasi Polri harus dilakukan secara menyeluruh, termasuk memperbaiki sistem rekrutmen dan mekanisme pengangkatan pimpinan.
Kritik terhadap Mekanisme Pengangkatan Kapolri
Mahfud juga menyoroti mekanisme pemilihan dan pengangkatan Kapolri yang dinilainya rentan terhadap praktik transaksional di lembaga legislatif.
Ia secara terbuka mengusulkan agar Presiden memiliki kewenangan penuh dalam menentukan Kapolri, tanpa perlu melalui persetujuan DPR.
“Kapolri itu sebaiknya enggak usah diangkat dengan persetujuan DPR-DPR. Saya perhatiin, Pak, menyeleksi pejabat-pejabat gitu, Pak, di Komisi 3, Kapolri, kemudian KPK, itu kan komisi, main uang,” ucap Mahfud.
Mahfud menilai proses fit and proper test di DPR tidak lagi menjamin objektivitas karena sarat kepentingan dan potensi ‘jual beli jabatan’.
Menurutnya, praktik semacam itu justru menurunkan kualitas pejabat yang dihasilkan dan membuka ruang penyimpangan lebih luas.
Sorotan Dugaan Titipan dalam Rekrutmen