Edisi.co.id, Jakarta - Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat (DPP Organda) menegaskan pentingnya prinsip keadilan dalam setiap kebijakan transportasi, terutama di tengah keterbukaan investasi di sektor angkutan umum. Hal tersebut disampaikan Ketua Bidang Angkutan Penumpang DPP Organda, Kurnia Lesani Adnan, dalam Diskusi Publik bertajuk “Diskursus Dinamika Keterbukaan Investasi Pengusahaan Angkutan Umum” yang digelar Inisiatif Strategis Transportasi (INSTRAN) di Hotel Atlet, Senayan, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Kurnia, yang akrab disapa Bang Sani, menegaskan, Organda tidak menolak investasi maupun persaingan. Namun, ia mengingatkan bahwa keterbukaan investasi harus dijalankan secara adil dan tidak mengorbankan operator angkutan jalan yang telah lama beroperasi.
“Prinsip kami bukan menolak investasi, tetapi menuntut keadilan. Saat ini 85 persen operator angkutan jalan adalah usaha kecil dan menengah. Jika kebijakan hanya berpihak pada korporasi besar, itu tidak fair,” ujarnya.
Menurut Bang Sani, operator lokal justru menjadi tulang punggung pelayanan transportasi publik, khususnya di daerah. Namun, dalam praktiknya, mereka kerap dibebani regulasi yang berat, mulai dari pembiayaan armada, tarif, hingga perizinan.
Bang Sani menilai, ketimpangan terlihat dari besarnya investasi yang harus ditanggung operator angkutan umum. Harga bus yang mencapai miliaran rupiah, kata dia, tidak sebanding dengan struktur tarif yang berlaku, sementara di sisi lain pelaku usaha bermodal besar mendapatkan ruang lebih longgar.
Selain itu, ia menyoroti persoalan sistem perizinan yang dinilai belum mencerminkan keadilan. Ketidaksinkronan sistem perizinan pusat dan daerah melalui Online Single Submission (OSS) kerap membuat operator kesulitan memperpanjang izin, meski armada tetap harus beroperasi untuk melayani masyarakat.
“Kalau sistemnya belum siap, jangan bebannya dilimpahkan ke operator. Ini soal keadilan dalam kebijakan,” kata Bang Sani
Ia juga mengkritik kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bagi angkutan umum yang dinilai tidak mempertimbangkan kondisi operasional di lapangan. Menurutnya, kebijakan tersebut justru menambah biaya dan tekanan bagi operator kecil.
Dalam kesempatan itu, Bang Sani turut menyinggung kebijakan pembatasan operasional angkutan umum pada masa libur panjang yang dinilai kontraproduktif. Pembatasan tersebut, kata dia, mendorong masyarakat menggunakan kendaraan pribadi dan memperlemah peran transportasi umum.
Baca Juga: Hadirkan Pakar, INSTRAN Bahas Dampak Liberalisasi Investasi bagi Pengusaha Angkutan Nasional
Meski demikian, Bang Sani menegaskan, Organda tetap mendukung program pemerintah dalam membangun sistem transportasi nasional. Ia berharap pemerintah melibatkan operator sejak awal penyusunan kebijakan agar regulasi yang dihasilkan berkeadilan dan berkelanjutan.
“Kami tidak meminta perlakuan khusus. Yang kami minta adalah keadilan (fairness), agar industri transportasi jalan bisa bertahan dan terus melayani masyarakat,” tegasnya.