berita

Menyikapi Program Moderasi Secara Moderat

Selasa, 9 November 2021 | 07:21 WIB
Penulis: Ketua STAIPI Jakarta Dr. Jeje Zaenudin - Foto: Henry Lukmanul Hakim

Penulis: Ketua STAIPI Jakarta Dr. Jeje Zaenudin

Edisi.co.id, Jakarta - Ditengah kegaduhan yang kerap terjadi dalam menyikapi setiap isu yang kontroversi, kita perlu sesekali menarik diri ke sudut sunyi untuk menenangkan perasaan kita yang terkadang juga terbawa larut emosi dan sentiment oleh arus opini salah satu dari kedua sisi yang berhadapan secara diametral.

Dengan posisi sunyi dan tenang itu diharapkan kita dapat melihat sesuatu secara lebih objektif dan jernih, mengedepankan naluri imaniah dan nalar intelek secara sehat dan tidak tercemari virus kebencian maupun kecintaan yang membutakan.

Dengan benci dan kecurigaan yang berlebihan nalar dan iman kita bisa saja jadi buram sehingga memandang segala sesuatu yang datang dari pihak luar sebagai kesalahan dan kejahatan belaka; sebagaimana juga kecintaan dan keberpihakan yang berlebihan memburamkan pandangan kita akan cela dan kekurangan yang ada pada diri kita sendiri.

Baca Juga: Kominfo PERSIS Menaruh Harapan Besar Pada Tim Website Persis.or.id yang Baru Diamanahi.

Dengan kondisi seperti itu sangat berat bagi kita untuk berpandangan objektif, tengah atau moderat, bahkan untuk memahami kemoderatan itu sendiri. Seperti yang terjadi secara ironis belakangan ini, memperdebatkan “moderasi” tetapi dengan cara-cara pandangan yang justru tidak moderat. Padahal untuk memahami dan menyikapi “program moderasi” saat ini juga perlu kemoderatan, sebab banyak pihak yang telah terbelah kepada dua sisi yang sama-sama berpikir tidak moderat, berlebih-lebihan alias ekstrim.

Memoderatkan atau moderasi beragama secara konseptual dan moderasi dalam sosialisasi dan praktiknya bisa jadi dua hal yang berbeda. Maka apa yang baik dan benar pada tataran konsepnya jangan kemudian dipandang salah dan sesat karena keburukan dalam tataran prakatiknya.

Semua agama mengklaim bahwa ajarannya adalah moderat. Islam lebih tegas lagi bahwa umatnya ini dijadikan Allah sebagai “umat penengah” (ummatan wasathan). Karena itu segala sikap berlebihan dilarang. Bahkan diantara kecaman dan kritik Islam yang keras kepada para pemeluk agama sebelum Islam adalah larangan bersifat ghuluw, berlebihan atau ekstrim. “Wahai Ahli Kitab, janganlah sekali-kali kalian bersikap ekstrim dalam beragama kalian…!”

Baca Juga: Diamanahi Pimred Persis.or.id, Muslim Nurdin Meminta Rekan Kerjanya Berjihad untuk Membangun Media PERSIS

Kita haqqul yakin bahwa secara ajaran, semua agama para nabi adalah jalan tengah dan moderat, karena esensi dari kemoderatan adalah keadilan dan keseimbangan dalam segala urusan. Maka semua agama Allah adalah moderat. Tapi kita mendapatkan fakta bahwa di sepanjang sejarah ada saja penyimpangan para pelakunya yang berpaham dan mempraktikan ajaran agamanya secara ekstrim.

Ekstrimitas paham dan pengamalan agama dari para pemeluk agama apapun belum tentu mencermintakan ajaran agama yang sebenarnya. Apalagi jika ada paham dan perilaku yang ditengarai ekstrim dari pemeluk agama Islam, maka pastilah ajaran Islam berlepas diri dari paham dan perilaku tersebut. Keekstriman dalam pemikiran dan perilaku hanya mungkin datang dari ajaran dan idelogi buatan manusia yang otaknya sangat terbatas. Semisal ideologi komunis, kapitalis, liberalis, dan sebagainya.

Oleh sebab itu, ketika ada gerakan moderasi beragama, maka pada tataran teori dan konsep, idealnya kita sebagai pihak yang setuju dengan gagasan moderasi beragama tersebut. Kenapa demikian?

Pertama. Bahwa ajaran Islam itu secara tegas adalah ajaran agama yang moderat. Tidak ada keestriman dalam ajarannya di bidang apapun. Akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak pergaulan, semuanya berbasis kepada kemoderatan yaitu ajaran wasathiyah yang adil dan seimbang.

Baca Juga: Buka Musker Website Persis.or.id, Sekum PERSIS: Jadikan Media ini Sebagai Corong Jamiyyah PERSIS

Halaman:

Tags

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB