Edisi.co.id, Jakarta - Ketua Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (KPRK MUI), Dr. Siti Marifah mengingatkan peran keluarga dengan pondasi agama sangat vital untuk mewaspadai gerakan LGBT.
Menurutnya, LGBT ini merupakan kelainan seksual yang seharusnya diobati, bukan menjadi sebuah gerakan yang ditoleransi untuk menularkan kepada orang lain.
“Kalau ini menjadi sebuah gerakan, ini akan bertentangan dengan nilai agama, budaya, maupun regulasi yang ada sebenarnya, terutama di Indonesia,”kata Siti Marifah dikutip dari MUIDigital, Senin (16/5).
Selain itu, kata dia, gerakan LGBT biasanya berlindung dalam toleransi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Padahal, lanjutnya, gerakan LGBT ini sangat jelas bertentangan dengan HAM dan tidak bisa ditoleransi.
“Memang mereka biasanya alasannya tentang HAM dan toleransi. Itu tidak (bisa) ditoleransi, tetapi diobati, itu kan penyakit. Semua agama sudah pasti tidak megalkan LGBT,” tegasnya.
Siti Marifah yang juga doktor ilmu hukum ini menjelaskan, dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sudah dijelaskan bahwa perkawinan itu antara laki-laki dengan wanitia.
Salah satu tujuannya, kata dia, untuk melangsungkan kehidupan berkeluarga dan berketurunan. Sehingga, gerakan LGBT ini sangat membahayakan keberadaan suatu bangsa dan umat.
Baca Juga: Masa Angkutan Lebaran 2022, KAI Layani 4,39 Juta Pelanggan KA
“Nah ini kan (LGBT) melanggar fitrah manusia akan membangun generasi,” tuturnya.
Siti Marifah menilai, para pelaku LGBT ini memang ada yang karena terbawa dan memiliki penyakit kelainan seksual. Untuk itu, menurutnya, sudah sepatutnya menjadi tugas bersama untuk bisa membantu dan mengobati manusia yang berorientasi seksual berbeda ini, agar kembali normal pada fitrahnya.
“Bukan dijadikan untuk mengajak, yang tidaknya normal, kemudian ikut (tidak normal),” jelasnya.
Lebih lanjut, Siti Marifah menilai bahwa gerakan LGBT yang berlindung di balik HAM pun sangat keliru.