Edisi.co.id - Dalam rangkain Muktamar ke-V Pengurus Daerah Jakarta Utara Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi) Kamis (5/3/2020) mengelar Seminar dan Lokakarya dengan tema Prespektif Ibu Kota Baru dan Sosialisasi 4 Pilar, di Balai Yos Sudarso Komplek Kantor Wali Kota Jakarta Utara. Hadir dalam Seminar ini Sekertaris Jenderal (Sekjen) Ir Abdurahman Syagaf, Anggota DPR H Lulung Lugana, Wakil Bamus Betawi Rahmat dan dari Ketua Muslimat Parmusi Hj Nurhayati Payopo.
Pada kesempatan pemaparan Abdurahman mengatakan, pengalaman ketika ingin membuat Undang-Undang Tata Ruang bersama Emil Salim dan Joko Widodo yang ketika itu masih Wali Kota Solo. Saat itu Joko Widodo ingin memindahkan Pasar di Solo perlu waktu yang cukup lama, sampai hampir 50 mengadakan pertemuan, artinya betapa sabarnya waktu itu Joko Widodo hanya untuk memindahkan pasar saja.
"Tapi saat ini untuk memindahkan Ibu Kota, betapa tergesa-gesa karena secara Undang-Undangnya aja belum diketok sudah mau pemindah aja," Kata Abdurahman.
Selanjutnya dikatakan, Parmusi pada tahun 2018 dalam Muktamarnya di Cianjur sebetulnya sudah merekomendasikan pemindahan Ibu Kota, dasar pemindahan ini adalah Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Secara Konsisten dalam Perencanaan, Implikasi dan Penegakan Hukum terintregrasi dengan pembngunan perdesaan dan ruanv terbuka hijau serta kawasan strategis.
"Alasannya sangat banyak, sudah tidak mungkin Ibu Kota Ini di tanah Jawa, beban tanah Jawa sudah sangat berat sehingga pembangunan infrastruktur pembangunan supra struktur sudah tidak peduli lagi disini jadi harus di pindahkan di luar Jawa." Ujar Abdurahman.
Lebih lanjut dikatakan, sebenarnya niat pemindahan ibu kota ini sudah dicanangkan sejak jaman Bung Karno, waktu itu Bung Karno menyarankan untuk pindah di Palangkaraya.
Pada paparan selanjutnya Abraham Lunggana atau yang dikenal dengan Lulung anggota DPR dari PAN mengatakan, setuju untuk rancana pemindahan Ibu Kota, biar Jakarta mandiri, punya jati diri, hari ini ibu kota Jakarta tidak punya hak tentang hak azazi manusia tentang politik.
"Undang-undang daerah khusus Ibu Kota no 29 tahun 2007 itu diatur tentang pemilihan wali kota, kalau UUD 45 pasal 8, 18 struktur disampaikan Gubernur, Bupati Walikota adalah kepala daerah yg dipilih secara demokrasi, hari ini saya tidak baca tentang UU No 23, 32, 9 tahun 2015 Ibu Kota Jakarta hanya sebatas provinsi jadi yg dipilih hanya Gubernur, untuk Wali Kota dipilih oleh gubernur atas pertimbangan DPRD. Dan Wali Kota adalah Pegawai Negeri Sipi, jadi hak politik tidak ada, makanya saya setuju pemilihan Ibu Kota, agar pada tingkat Kotamadya bisa dilaksankan demokrasi."pungkas lulung. (Ihm)