berita

BPK RI: Kurang dari 1 Triliun Dana Bansos Lenyap, Dimana Negara ?

Minggu, 24 Mei 2020 | 16:16 WIB
IMG_20200524_161444

 

Edisi.co.id - Gonjang-ganjing terkait bantuan sosial yang diperuntukan masyarakat yang terpapar Pandemi Covid-19 terutama warga miskin, fakta di lapangan ternyata pendistribusiannya sangat tidak merata baik penyaluran bansos di tingkat pemerintah daerah maupun pusat. Hal itu tentunya menjadi permasalahan serius. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) telah melakukan pemeriksaan terkait masalah bantuan sosial. Usai pemeriksaan secara audit internal, BPK menemukan potensi kerugian negara yang lumayan besar hingga mencapai hampir 1 triliun rupiah atau tepatnya 843,7 miliar rupiah.

Hasil pemeriksaan itu berdasarkan atas pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dalam penyaluran bansos selama 2018 hingga kuartal III 2019 pada Kementerian Sosial (Kemensos) hingga instansi terkait lainnya di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur.

“Bansos tidak tepat sasaran. Data kita sangat lemah. Data kemiskinan yang dipakai adalah data TNP2K 2014. Pemutakhiran STKS ini diserahkan kepada masing-masing Pemerintah Daerah yang memiliki kepentingan melayani rakyatnya. Seharusnya dilakukan setiap enam bulan,” ungkap Salahseorang anggota BPK, Achsanul Qosasi dalam Twitt nya seperti dikutip kumparan, Jumat (8/5/2020).

Dikatakannya, dari 514 kabupaten/kota, hanya ada 29 kabupaten yang tertib melakukan pembaharuan data per-enam bulan, dan sisanya masih menggunakan data yang ada sebelumnya, dan berdampak pada penerima bansos menjadi tidak tepat sasaran. Ada 20 juta lebih Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang tak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019, BPK menemukan sejumlah permasalahan dalam penyaluran bansos. Di antaranya, pelaksanaan verifikasi dan validasi belum memadai dalam menghasilkan data input yang berkualitas untuk penyaluran bansos. Kemensos dinilai memiliki keterbatasan dalam melakukan koordinasi pelaksanaan verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Selain itu, Kementerian Sosial juga belum mempunyai mekanisme untuk memastikan pelaksanaan verifikasi dan validasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Akibatnya, DTKS yang ditetapkan Kemensos sebagai dasar penyaluran program bansos menjadi kurang akurat, kesimpangsiuran manfaat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang tidak terdistribusi sehingga KPM tidak bertransaksi pada penyaluran Bantuan Sosial Pangan Nontunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Hal tersebut menimbulkan mekanisme umpan balik permasalahan penyaluran BPNT dan PKH dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) kepada Kemensos juga belum diatur. Kendati rincian tersebut terungkap sebanyak 891.990 KKS tidak dapat terdistribusikan kepada KPM BPNT, dengan sisa saldo sebesar Rp 449,9 miliar. Selanjutnya, saldo realisasi BPNT yang tidak dipergunakan oleh 387.936 KPM sebesar Rp 311,04 miliar. Meski demikian, Achsanul menjelaskan, sebagian potensi kerugian negara tersebut sudah dikembalikan ke kas negara.

Sementara Pokja pemerhati kebijakan penyaluran bansos dari Tim Advokasi LBH Ummat Bulan Bintang Provinsi DKI Jakarta M. Sopian selaku Direktur Advokasi dan LBH Ummat Bulan Bintang melalui pesan singkat WhatsApp nya kepada wartawan, Minggu (24/5/2020) mengkritisi kinerja buruk akibat minimnya kendali dan pengawasan terhadap lembaga non struktural pemerintah dalam penerapan validasi para penerima bantuan sosial tersebut bahkan mekanisme penyalurannya yang tidak melibatkan berbagai unsur satuan tugas kerja dan pengendalian yang akurat.

Bahkan M. Sopian menyebut besarnya dana bantuan sosial telah menjadi aksi pencitraan personal maupun kelompok tertentu dengan memanfaatkan dana bansos. "Alasan bantuan sosial, namun faktanya ruang kebijakan itu malah digunakan untuk pencitraan para pemangku jabatan. Atas nama Rakyat kerap di bancakin melulu.
Anggaran Pemerintah berasal dari uang rakyat. Bukan dari penguasa
M. Sopian menuding oknum para pemangku jabatan di pemerintahan baik tingkat pusat maupun daerah di cap bahwa sampah yang harus dibersihkan. Pasalnya, karena ulah mereka sehingga akan berdampak kepada nasib rakyat bahkan mengalami kelaparan dan sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. "Realitanya demikian kok, ditengah pandemik covid19 saat ini kik malah bikin rakyat melarat, banyak yang di PHK dan banyak juga yang mati kelaparan, sedangkan mereka para oknum pejabat asik menikmati hasil dari mengeruk keuntungan hingga menghabiskan dana rakyat untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Rupanya perilaku dzolim yang dilakukan oknum tersebut, tentunya kami bersumpah serapah bagi mereka yang nengeruk keuntungan anggaran bencana nasional ini "semoga kelak matinya tidak diterima langit dan bumi. Pungkas M. Sopian, Direktur Pimpinan Wilayah Advokasi dan LBH Ummat Bulan Bintang DKI Jakarta. (Ihm)

Tags

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB