Edisi.co.id - Homeschooling (HS) adalah model alternatif belajar selain di sekolah. Tak ada sebuah definisi tunggal mengenai homeschooling. Selain homeschooling, ada istilah "home education", atau "home-based learning" yang digunakan untuk maksud yang kurang lebih sama.
Dalam bahasa Indonesia, ada yang menggunakan istilah "sekolah rumah". Penulis secara pribadi lebih suka mengartikan homeschooling dengan istilah "sekolah mandiri". Tapi nama bukanlah sebuah isu. Disebut apapun, yang penting adalah esensinya.
Salah satu pengertian umum homeschooling adalah sebuah keluarga yang memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anak dan mendidik anaknya dengan berbasis rumah. Pada homeschooling, orang tua bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pendidikan anak; sementara pada sekolah reguler tanggung jawab itu didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah.
Walaupun orang tua menjadi penanggung jawab utama homeschooling, tetapi pendidikan homeschooling tidak hanya dan tidak harus dilakukan oleh orang tua. Selain mengajar sendiri, orang tua dapat mengundang guru privat, mendaftarkan anak pada kursus, melibatkan anak-anak pada proses magang (internship), dan sebagainya.
Sesuai namanya, proses homeschooling memang berpusat di rumah. Tetapi, proses homeschooling umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah.
Para orang tua homeschooling dapat menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan homeschooling anaknya. Jadi, jika homeschooling diartikan dengan sekolah yang "dilakukan di rumah", menjadi batasan yang rumit. Seolah-olah orang tua yang memilih homeschooling untuk anak-anaknya melakukan dosa besar karena melawan tradisi umum ketika masyarakat umum memahami bahwa sekolah formal adalah satu-satunya institusi pendidikan. Jelas keliru jika keluarga yang mempraktekkan homeschooling dianggap anti sekolah (Maulia D. Kembara, 2007: 25).
Pendidikan di rumah bukanlah sebuah hal yang baru. Sebelum ada sistem pendidikan modern (sekolah) sebagaimana yang dikenal pada saat ini, pendidikan dilakukan berbasis rumah.
Dalam pendidikan Islam, Rasulullah merupakan pencetus pendidikan homeschooling. Proses pendidikanya dilakukan oleh Rasulullah di rumah Arqam ibn Arqam. Dari rumah Arqam ibn Arqam-lah beliau telah menghasilkan murid-murid yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Misalnya; Umar ibn Khattab ahli hukum dan pemerintahan, Abu Hurairah ahli hadis, Salman al-Farisi ahli perbandingan agama (Majusi, Yahudi, Nasrani dan Islam), dan Ali ibn Abi Thalib ahli hukum dan tafsir Alquran. Kemudian murid dari para sahabat Rasulullah di kemudian hari, tabi-tabiin, banyak yang menjadi ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan – sains, tekhnologi, astronomi, filsafat – yang menghantarkan Islam ke pintu gerbang keemasan terutama pada fase awal kekuasaan dinasti Abbasiyah (Samsul Nizar, 2007: 2).
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa homeschooling bukanlah sesuatu hal yang baru dalam pendidikan Islam. Pada fase Makkah, homeschooling selain dilaksanakan di rumah Arqam ibn Arqam, juga dilakukan di sebuah institusi pendidikan yang bernama Kuttab yang dijadikan rumah pembesar kerajaan sebagai tempat belajar.
Ahmad Syalabi mengatakan, bahwa kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi dua, yaitu: Pertama, kuttab berfungsi mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-pusi Arab. Kuttab jenis pertama ini, merupakan lembaga pendidikan yang hanya mengajarkan baca tulis. Pada mulanya pendidikan kuttab berlangsung di rumah-rumah para guru atau di pekarangan sekitar masjid.
Materi yang diajarkan dalam pelajaran baca tulis ini adalah puisi atau pepatah-pepatah Arab yang mengandung nilai-nilai tradisi yang baik. Adapun penggunaan Alquran sebagai teks dalam kuttab baru terjadi kemudian, ketika jumlah kaum Muslimin yang menguasai Alquran telah banyak, dan terutama setelah kegiatan kodifikasi pada masa kekhalifahan Usman ibn Affan. Kebanyakan guru kuttab pada masa itu adalah non muslim, sebab muslim yang dapat dan menulis jumlahnya masih sangat sedikit sibuk dengan pencatatan wahyu (Ahmad Syalabi, 1995: 16).
Senada dengan hal di atas, Samsul Nizar menjelaskan, bahwa hal tersebut disebabkan dua faktor, (1) menjaga kesucian Alquran, agar tidak sampai terkesan dipermainkan para siswa dengan menulis dan menghapusnya. Hal ini disebabkan para siswa diajarkan tulis-menulis di atas batu tulis yang acapkali dihapus; (2) pada masa awal Islam pengikut Nabi yang bisa baca tulis hanya sedikit, kebanyakan mereka bertugas sebagai juru tulis Nabi. Oleh karena itu, kebanyakan juru baca tulis adalah kaum zimmi dan para tawanan perang, seperti tawanan badar. Untuk itu, tidak mungkin mereka memiliki kewenangan mengajarkan Alquran kepada para siswa (Samzul Nizar, 2005: 7).
Kedua, sebagai pengajaran Alquran dan dasar-dasar agama Islam. Pengajaran teks Alquran pada jenis kuttab yang kedua ini, setelah qurra dan huffazh (ahli bacaan dan penghafal Alquran) telah banyak. Guru yang mengajarkannya adalah dari umat Islam sendiri. Jenis institusi kedua ini merupakan lanjutan dari kuttab tingkat pertama, setelah siswa diajari pemahaman Alquran, dasar-dasar agama Islam, juga diajarkan ilmu gramatika bahasa Arab dan Aritmetika. Sementara kuttab yang didirikan oleh orang-orang yang lebih mapan kehidupannya, materi tambahannya adalah menunggang kuda dan berenang.
Dari uraian di atas, terlihat dengan jelas adanya isyarat-isyarat yang menunjukkan bahwa homeschooling dalam pendidikan Islam merupakan pendidikan alternatif yang bisa mengembangkan kreativitas peserta didik. Walaupun legalisasi homeschooling di masa Rasulullah tidak tersurat, tapi secara tersirat Alquran telah memberikan isyarat akan urgensi pendidikan keluarga (rumah). Hal ini dapat kita perhatikan firman Allah dalam Surat At-Tahrim ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.
Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa homeschooling bukanlah sesuatu hal yang baru dalam pendidikan Islam. Pada Fase Makkah, homeschooling selain dilaksanakan di rumah Arqam Ibnu Arqam, juga dilaksanakan di sebuah institusi pendidikan bernama Kuttab yang rumah pembesar kerajaan dijadikan tempat belajarnya.
Kesimpulan lainnya, homeschooling dalam perspektif pendidikan Islam, merupakan manifestasi dari Alquran Surat At-Tahrim ayat 6 yang menyatakan bahwa pendidikan keluarga (rumah) sangat urgen dalam pembentukan karakter anak atau peserta didik.
Pengurus PGRI Propinsi Sumatera Barat dan Tenaga Ahli Bupati Solok Bidang Pendidikan dan Bintal. (Hlh)