Edisi.co.id - Abu vulkanik menjadi salah satu hal yang membahayakan terhadap penerbangan meskipun ribuan mil dari letusan Gunung Berapi. Abu vulkanik dapat mengaburkan pandangan, merusak sistem kontrol dan menyebabkan kegagalan mesin.
Erupsi gunung berapi merupakan bencana alam yang paling jauh jangkauan dampaknya dibandingkan dengan gempa bumi, tsunami dan lain-lain.
Melalui aplikasi Zoom, Stasiun Meteorologi Kelas II Bandara Silangit Tapanuli Utara, berkoordinasi dan dengan Stasiun Meteorologi Bandara Kualanamu Medan. Melaksanakan diskusi antisipasi dampak letusan gunung Sinabung terhadap penerbangan, Rabu (19/8).
Saat ini, abu vulkanik masih menjadi ancaman bagi keselamatan penerbangan. Ketika abu vulkanik masuk kedalam mesin pesawat maka dapat mengakibatkan abrasi pada kompresor, membakar kipas turbin, dan mengakibatkan mesin berhenti berjalan.
Selain BMKG, diskusi juga menghadirkan Dr.Devy Kamil Syahbana dari instansi Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Adapun Peran penting Stasiun Meteorologi Kualanamu terkait penanganan debu vulkanik.
Adalah menyampaikan informasi aktivitas erupsi, dan sebaran debu vulkanik, menerima laporan udara, menyampaikan pantauan citra satelit himawari terkait sebaran vulkanik kepada stakeholder penerbangan.
Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kualanamu, Mega Sirait mengatakan, hingga saat ini bandara Kuala Namu belum terdampak
"Tetapi ruang udaranya terkadang dibatasi tergantung sebaran abu gunung sinabung, ruang udara yg terpapar akan dihindari untuk dilewati pesawat dan dialihkan ke jalur yg aman," ujar Mega.
Diakhir diskusi juga Dr.Devy Kamil menyampaikan gunung api aktif yang tercatat pernah mengalami erupsi dalam sejarah yaitu Indonesia 76 kali, Amerika Serikat 65 kali, Jepang 58 kali, Rusia 52 kali, Chile 42 kali.
Untuk mengukur skala erupsi dikenal dengan nama Volcanic Explosivity index atau Indeks Eksplosivitas Gunung Api.
Reporter: Abdul Aziz