Edisi.co.id - Jakarta, Rancangan Undang-Undang Minuman beralkohol sedang dalam tahap pembahasan di DPR. Jika disahkan menjadi Undang-Undang sejumlah jenis minol seperti yang berkadar etanol 1-5 persen, 5-20 persen dan 20 – 55 persen, minuman beralkohol tradisional serta campuran atau oplosan akan dilarang. Minuman beralkohol hanya boleh untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan. Selain itu pihak yang melanggar akan dikenakan sanksi penjara dan denda.
“Terkait hali itu, menurut Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Waketum PP Persis) Dr. Jeje Zaenudin, diantara tugas ulil amri adalah menegakan hukum yang adil dan melindungi warga negara termasuk dari hal yang merusak jasmani dan rohani, sebagaimana ajaran agama. Seorang ulil amri harus dapat menjaga atau melindungi rakyat yang dipimpinnya dari kerusakan akidah, kerusakan jiwa, kerusakan akal, kerusakan keturunan dan kerusakan harta. Demikian Wakil Ketua Umum PP Persis, yang juga Ketua Dewan Pimpinan Harian MUI Pusat 2020-2025, KH. Dr. Jeje Zaenudin, M.Ag, dikutip dari HU Republika, Jumat (28/11/2020).
Sementara itu, Dr. Jeje menjelaskan, diantara yang merusak akal manusia adalah minuman keras atau yang disebut khamar. Sedangkan hukum mengonsumsi khamar adalah haram sebagaimana keterangan dalam QS Al-Ma'idah ayat 90-91 dan hadis Nabi yang menjelaskan bahwa setiap yang memabukkan itu adalah khamar. Setiap yang memabukkan itu haram. Menurut Dr. Jeje, seorang ulil amri mempunyai tanggung jawab agar rakyat terlindungi dari mengkonsumsi khamar.
"Jika masyarakat mengkonsumsi khamar akibat beredar luas dan mudah didapat disebabkan pemerintah atau ulil amri tidak melakukan pengawasan atau pengendalian produksi dan peredarannya, tentu saja pemimpin akan terlibat menanggung dosanya karena seorang pemimpin bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya, termasuk tanggung jawan melindungi keselamatan akal mereka dari minuman keras", pungkas Dr. Jeje. (Hlh)