Dr Jeje Zaenudin: KAMI, Wujud Cinta NKRI

photo author
- Rabu, 19 Agustus 2020 | 21:30 WIB
1597847317541
1597847317541

 

Edisi.co.id - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia menggelar Deklarasi KAMI pada 18 Agustus 2020. Aksi deklarasi koalisi itu dilaksanakan di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.

Jurnalis edisi.co.id berhasil mewawancarai salah seorang deklarator dari Cendikiawan Muslim Indonesia Dr. Jeje Zaenudin sehari setelah deklarasi diruang kerjanya di Bambu Apus Jakarta Timur, Rabu (19/8/2020).

Apa alasan Al Ustaz Bergabung di KAMI? Apakah mewakili ormas atau tidak?
Apakah sudah mempertimbangkan konsekwensinya?

Tentu saja sebagai seorang muslim yang mempunyai komitmen terhadap agama dan tanah air, saya mengambil sikap apapun atas dasar pertimbangan yang sematang-matangnya dengan hati yang jernih, akal yang sehat, dan niat yang ikhlas.
Deklarasi dan kehadiran KAMI tentu bukan hal yang tiba-tiba atau ujug-ujug tanpa dasar yang jelas. Yang saya ikuti dan saya pahami, KAMI adalah kristalisasi yang lahir dari diskusi di berbagai forum tentang berbagai isu kebangsaan sejak beberapa bulan terakhir, dari mulai masalah krisis moralitas bangsa, carut marut penegakkan hukum, oligarki politik, penanganan covid-19, ancaman krisis ekonomi, dan sebagainya.

Jadi, KAMI muncul dan saya terlibat tidak tiba-tiba. Saya tidak mewakili lembaga apapun dan tidak mengatasnamakan siapapun apalagi mengatasnamakan ormas atau rakyat tertentu karena saya tidak bisa dan tidak boleh mengklaim mereka, bahkan saya tidak mengatasnamakan person saya sendiri, tetapi saya mengatasnamakan "hati nurani" dan "jiwa sehat" saya.

Saya bukan siapa-siapa. Bukan mantan pejabat atau politisi pengangguran. Saya adalah orang biasa. Hanya seorang dosen, pimpinan pesantren, dan guru ngaji. Tetapi hati nurani dan jiwa sehat saya terpanggil untuk menyuarakan apa yang saya yakini kebenarannya dan mengingatkan apa yang saya saksikan penyimpangannya.

Terkait konsekwensi, ya tentu saja semua perbuatan dan tindakan tidak ada yang luput dari resiko. Jika amal saleh, ya dapat pahala jika amal salah, ya dapat dosa. Karena kita takut dosa dan siksa jika kita melihat dan meyakini ada kesalahan yang dibiarkan atau ada kebenaran yang dilanggar tetapi kita tidak berusaha untuk merubahnya semampu kita, walau hanya bisa dengan hati membencinya atau lisan menasihatinya. Maka kita suarakan hati nurani kebenaran itu semampu kita. Sekarang mampunya baru hanya dengan deklarasi. Maka itu yang kita lakukan.

Lalu apa sebenarnya yang diinginkan oleh KAMI?

Jati diri KAMI, visi dan misi gerakannya, kan sudah terang benderang dibacakan pada deklarasi. Bahwa KAMI adalah gerakan Moral bukan gerakan Makar. Tidak ada agenda politik kekuasaan. Kalaupun ada implikasi politik, ya itu suatu yang wajar dan tidak bisa dihindari. Karena yang disoroti dan dikritisi oleh KAMI memang isu-isu yang dikategorikan oleh KAMI sebagai "kemunkaran terstruktur" sebagai produk dari kebijakan-kebijakan pemegang kekuasaan politik yang menyalahi konstitusi.

Tapi gerakan KAMI, yang saya yakini, berkomitmen berada dalam koridor konstitusi dan kaidah-kaidah agama. Secara konstitusional, KAMI mengepresikan hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul menyatakan aspirasinya, menyampaikan koreksi dan kritik untuk adanya perbaikan sikap dan kebijakan pemegang otoritas politik yang selama ini sudah banyak gejala dan fakta penyimpangannya yang dipaparkan para ahli. Tentu saja dengan cara yang benar, bukan dengan hoax atau fitnah.

KAMI yakin bahwa para penguasa yang sah secara konstitusional harus diterima dan dihormati sebagai hasil proses demokrasi pilihan rakyat, tidak peduli apakah ada diantara mereka yang memperoleh kekuasaan politik itu dengan cara yang benar dan jujur atau dengan cara suap-menyuap dan kecurangan, itu tanggung jawab mereka dihadapan Tuhan dan rakyat mereka. Kalau kemudian banyak rakyat yang kecewa karena merasa kecele lalu mau menggugat mereka dan menarik mandat dari mereka, itu juga terserah rakyat yang memilihnya, bukan kepentingan dan bukan urusan KAMI. Itu dari koridor konstitusi.

Dari koridor Agama, KAMI berlandas perintah agama yang mewajibkan taat pada pemimpin dan mendukung segala programnya yang baik dan benar, tetapi wajib menolak dan menasihatinya jika ada perintah dan kebijakannya yang tidak benar.

Itulah konsep amar makruf dan nahyi munkar dalam berbangsa dan bernegara. Taat patuh dan mendukung program yang baik dan benar, mengingkari kebijakan yang salah. Mengingkari kebijakan yang salah itu bisa dengan tangan jika mampu, jika tidak mampu maka dengan lisan, jika tidak juga, ya ingkari dengan hati.

Para alim ulama dan cerdik pandai itu tentu wajib dengan lisan, karena mereka punya tanggungjawab dan kemampuan lebih dari orang awam. Bahkan dalam ajaran Islam itu diajarkan bahwa, "Seutama-utama berjihad itu menyampaikan pesan kebenaran kepada penguasa yang menyimpang".

Dua norma dasar ini yang saya pedomani pada gerakan KAMI. Bukan untuk gaya-gayaan apalagi makar tapi justru wujud kecintaan kepada NKRI.

Baik, Ustadz.
Lalu kalau itu aspirasi KAMI, kenapa tidak disuarakan melalui institusi formal dan kompeten yang sudah ada dan otoritatif, yaitu DPR/DPD ataupun DPRD?

Idealnya isu isu tentang kebijakan politik yang berpotensi terjadinya "kemunkaran struktural" di bidang ekonomi, pendidikan, politik, hukum, dan sebagainya sudah selesai ditangani oleh wakil wakil rakyat di parlemen. Karena mereka yang paling bertanggung jawab memikul amanat itu. Tetapi kita juga harus realistis dan melihat fakta. Jika semua kekuatan politik yang mewakili suara rakyat itu sudah berkoalisi dengan partai penguasa dan hanya menyisakan partai kecil yang kritis, bagaimana bisa punya posisi tawar untuk mengontrol kebijakan eksekutif?

Contoh nyatanya adalah lolosnya berbagai RUU dan UU inisiasi pemerintah yang sebenarnya ditolak keras oleh rakyat tapi tidak ada koreksi dan penolakan berarti di gedung DPR.

Kalau kerja legislasi, pengawasan dan anggaran berjalan dengan maksimal dan optimal di DPR pasti tidak akan terjadi seperti itu dan tidak akan ada gerakan moral politik masyarakat seperti KAMI ini.

Lagi pula seperti yang saya sampaikan di atas. Di negara Indonesia yang menganut sistim Demokrasi Pancasila ini kehadiran gerakan moral yang bersifat korektif dari kelompok masyarakat adalah hal yang positif, jangan dianggap tabu apalagi distigma kelompok sakit hatilah, makarlah , dan macam macam tuduhan. Justru sikap-sikap seperti itu yang memusuhi alam demokrasi pancasila.

Reporter-Foto: Henry Lukmanul Hakim

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB
X