Edisi.co.id - Banyak objek wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta berada di kawasan rawan bencana. Namun, tempat-tempat wisata tersebut justru minim penanganan saat terjadi bencana alam, seperti tanah longsor, luapan air sungai, erupsi Gunung Merapi, dan gelombang tinggi air laut. Hal itu disampaikan Koordinator Program Studi Magister Manajemen Bencana UPN Veteran, Eko Teguh Paripurno.
Seperti di Bantul, kata Eko, sejumlah objek wisata yang rawan bencana longsor ada di kawasan Mangunan, Kapanewon Dlingo dan sekitarnya karena berada di kawasan tebing yang membahayakan. Selanjutnya di kawasan Bukit Bintang atau perbatasan Bantul dan Gunungkidul yang berlokasi di Kapanewon Piyungan.
Sedangkan di Sleman, tempat wisata yang berada di kawasan rawan bencana ada di lereng Gunung Merapi. Selain itu, wisata yang ada di sempadan sungai di Sleman, Bantul, Kota Jogja, dan Gunungkidul juga merupakan rawan bencana.
Baca Juga: Menikmati Wahana Air dengan Pemandangan Pegunungan di Sumber Maron Malang
“Hampir sebagian tempat wisata melanggar tata ruang,” kata Eko.
Menurutnya, pengelola wisata juga tidak memiliki pengetahuan dan penanganan keselamatan bagi pengunjung ketika terjadi bencana. Kondisi itu diperparah dengan sikap pemerintah daerah cenderung permisif terhadap kondisi objek wisata yang rawan bencana tersebut.
Sejumlah pembiaran yang terjadi misalnya pembiaran tempat usaha yang tanpa izin, tidak ada semacam punishment ketika investor atau pengelola wisata melanggar aturan, dan selanjutnya tidak memiliki rencana bagaimana penanganan ketika terjadi bencana. Itulah sebabnya, dia menilai keamanan bagi pengunjung terabaikan.
“Bagi pemilik wisata keamanan pengunjung bukan perioritas, bisa dicek ada tidak peralatan ketika terjadi bencana?” ucapnya.