Edisi.co.id, Yogyakarta - Dalam rangka memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW pada Tahun Dal 1959 dalam penanggalan Jawa, Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Hajad Dalem Garebeg Mulud pada Jumat (5/9). Seperti tradisi yang berlangsung setiap tahunnya, acara ini menjadi momentum sakral bagi Keraton untuk menyampaikan rasa syukur dan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui simbolis gunungan yang kemudian dibagikan sebagai bentuk berkah dan sedekah dari Raja kepada rakyat.
Prosesi ini disambut antusias oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) yang secara resmi menerima pareden ubarampe gunungan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta. Tak hanya ASN, masyarakat yang turut hadir menyaksikan prosesi juga mendapat bagian dari ubarampe gunungan tersebut. Meskipun acara ini tidak dibuka secara umum, masyarakat tetap menunjukkan antusiasme tinggi, bahkan jumlahnya terus meningkat setiap tahun.
Baca Juga: Kemkomdigi: Banda Aceh Academy Jadi Pusat Baru Ekosistem Digital di Tanah Rencong
Sebanyak sekitar 150 pareden ubarampe gunungan didistribusikan kepada ASN dan warga yang hadir. Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, yang ditemui usai prosesi, menegaskan bahwa momen ini juga dimanfaatkan untuk mengedukasi masyarakat mengenai nilai-nilai budaya Jawa, khususnya filosofi nyadhong atau cadhong.
“Kalau bagi kami ini justru akan menguatkan nilai sekaligus mengedukasi. Karena pada dasarnya budaya Jawa bukan budaya rayahan (rebutan). Ini juga akan mengedukasi masyarakat agar tertib dan sabar dalam menerima pemberian,” ujar Dian.
Ia menambahkan bahwa filosofi nyadhong menekankan pentingnya penghormatan terhadap simbol berkah dari raja kepada rakyat, dengan cara pembagian yang tertib dan beradab. Tradisi ini diharapkan dapat terus menjadi cerminan nilai toleransi dan penghargaan dalam kehidupan bermasyarakat di Yogyakarta.
Baca Juga: Didukung Penuh DPR, BNN Mantapkan Langkah Berantas Narkoba Lewat Pendekatan Kemanusiaan
Dengan keberlangsungan tradisi Garebeg Mulud ini, Keraton Yogyakarta tak hanya mempertahankan nilai historis dan spiritual, tetapi juga menghidupkan kembali ajaran-ajaran luhur yang menjadi jati diri budaya Jawa.
Artikel Terkait
Update Perjalanan KA di Wilayah Daop 6 Yogyakarta, Optimalisasi Pelayanan Terus Dilakukan
DAOP 6 Yogyakarta Catat Pertumbuhan 5% pada Penumpang KA Jarak Jauh Pada Periode Juli 2025
Ini Petugas Kebersihan dan Keindahan, Sosok di Balik Resiknya Stasiun-Stasiun KAI Daop 6 Yogyakarta
Libur Panjang Peringatan HUT ke-80 RI, KAI Daop 6 Yogyakarta Catat 157.600 Penumpang Gunakan KA Jarak Jauh