Edisi.co.id - Gaza kembali menjadi saksi bisu atas penderitaan yang tak terbayangkan. Selama 711 hari, bumi para syuhada itu terus dihujani bom, dihancurkan secara sistematis, dan ditinggalkan dalam luka yang mendalam. Namun, di tengah pekatnya tragedi, secercah harapan hadir melalui kerja sama antara Dewan Dakwah, Dakta Peduli, dan Ghirras For Society Development (GHIRASS) yang menyalurkan bantuan nyata bagi masyarakat Gaza.
Langkah ini adalah bukti komitmen bahwa kita tidak tinggal diam. Saat dunia bungkam, kita memilih untuk hadir.
Apa yang terjadi di Gaza bukan sekadar statistik. Di balik angka-angka itu ada manusia, keluarga, dan masa depan yang direnggut.
- 64.711 jiwa gugur sebagai syuhada
- 20.000 anak-anak terbunuh, termasuk bayi yang baru lahir
- 12.500 wanita syahid
- 9.500 orang hilang, diyakini tertimbun reruntuhan
- 2.700 keluarga dihapus dari catatan sipil karena tewas seluruhnya
- 4.800 orang mengalami amputasi, sebagian besar anak-anak
Haitam Mahmoud, Executive Director GHIRASS, menggambarkan betapa mencekamnya kondisi: “Pada malam terakhir, bom meledak begitu besar hingga suaranya terdengar di Tel Aviv, 71 kilometer dari Gaza. Itu bukan sekadar dentuman, melainkan jeritan penderitaan dari wilayah yang sudah kehilangan hampir segalanya.”
Hampir seluruh fasilitas kesehatan di Gaza kini tak lagi berfungsi:
- 38 rumah sakit hancur atau tidak beroperasi
- 96 pusat kesehatan luluh lantak
- 197 ambulans dibom saat menjalankan tugas kemanusiaan
- 22.000 pasien ditolak keluar Gaza untuk berobat
- 12.500 pasien kanker terancam kehilangan nyawa
- 5.200 anak menunggu evakuasi medis yang tak kunjung datang.
Kesehatan, yang seharusnya menjadi benteng terakhir kehidupan, kini runtuh di bawah puing-puing.
Israel tidak hanya menghantam bangunan, tetapi juga suara, harapan, dan masa depan rakyat Palestina. 251 jurnalis terbunuh, 429 luka parah, 48 ditahan, 860 atlet gugur di medan konflik, 780 relawan kemanusiaan dan petugas polisi menjadi korban, 830 sekolah rusak atau hancur, menyisakan hanya 38% yang berfungsi. Lebih dari 250.000 anak kehilangan akses pendidikan. Pendidikan, suara kebenaran, bahkan semangat olahraga – semua dihancurkan secara sistematis.
Baca Juga: Pamer Kemewahan Berujung Nestapa: Refleksi Privilese Pejabat dan Penderitaan Rakyat
Di antara ribuan kisah pilu, ada Hanan, seorang anak kecil yang kehilangan kaki kirinya, beberapa jari, dan hampir seluruh keluarganya. Ayahnya kritis, ibunya telah syahid.
Dengan suara lirih, ia bertanya: “Apakah aku akan bisa berjalan lagi?”
Pertanyaan itu menggema, bukan hanya tentang kaki yang hilang, tetapi juga tentang masa kecil, rasa aman, dan mimpi yang ikut terenggut darinya.
Selama 189 hari, Gaza ditutup total tanpa bantuan yang masuk. 11.600 truk bantuan ditahan, 610.000 anak-anak berada di ambang kematian karena kelaparan, 250.000 kaleng susu bayi per bulan diblokade, 107.000 ibu hamil dan menyusui menderita tanpa nutrisi dan perawatan.
Artikel Terkait
Respons Kritis atas Krisis Kemanusiaan di Gaza, Sinergi Foundation Hadiri Audiensi Forum Zakat bersama Kemlu dan MUI
Lawan Pelaparan Gaza, UBN Pimpin Delegasi Indonesia di Festival Sumud Nusantara Kuala Lumpur
Dari Kuala Lumpur, UBN dan Husein Gaza Satukan Civil Society untuk Dobrak Blokade Palestina
Tiba di Yordania, Dompet Dhuafa Distribusi Bantuan Bagi Keluarga Pengungsi Gaza
Airdrop 30,7 Ton Bantuan Indonesia Kembali Diterjunkan ke Gaza Lewat Dukungan Internasional
Sinergi Foundation Berkolaborasi Bersama FOZ dan Puluhan Lembaga Zakat Luncurkan 30,7 Ton Bantuan melalui Jalur Airdrop di Langit Gaza