Edisi.co.id — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar Direksi PT Pertamina Patra Niaga mempertanggungjawabkan kebijakan penetapan harga BBM Solar/Biosolar industri dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), menyusul temuan audit yang mengindikasikan potensi kerugian bisnis akibat penjualan di bawah biaya produksi.
Rekomendasi tersebut disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2025, setelah menilai kebijakan harga Solar industri sepanjang 2023 hingga semester I 2024 belum sepenuhnya mencerminkan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat dan berisiko menekan profitabilitas perusahaan.
“BPK meminta Direksi menjelaskan secara terbuka kebijakan perbedaan harga jual yang signifikan antara pelanggan dari sektor pemerintah, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dibandingkan dengan segmen swasta serta BUMN tertentu,” tulis laporan itu seperti dikutip oleh jaringan Promedia _Kilat.com_, pada Kamis 18 Desember 2025.
BPK juga menyoroti praktik penetapan harga jual yang berada di bawah biaya produksi atau _cost of product,_ serta mendesak adanya perbaikan mekanisme penentuan harga agar mampu mencapai tingkat profitabilitas yang optimal.
Selain aspek kebijakan harga, BPK menilai perencanaan bisnis dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) juga perlu dibenahi. Selama ini, target penjualan BBM industri dinilai hanya berfokus pada volume, tanpa disertai target nilai pendapatan dan margin keuntungan.
Kondisi tersebut dinilai tidak memberikan insentif yang memadai bagi manajemen untuk menjaga kesehatan kinerja keuangan perusahaan.
BPK juga merekomendasikan agar Direksi melakukan evaluasi dan perbaikan sistem pengendalian internal, khususnya dalam kebijakan penetapan harga jual skema business to business (B2B).
Perbaikan tersebut mencakup penyusunan mekanisme penetapan harga yang lebih terstruktur, transparan, dan dilengkapi dokumentasi justifikasi yang memadai, terutama untuk pelanggan dari sektor pemerintah, KKKS, dan PT KAI.
Rekomendasi ini menjadi lanjutan dari temuan BPK sebelumnya yang mengungkap adanya indikasi kerugian keuangan perusahaan hingga Rp6,97 triliun akibat realisasi penjualan BBM Solar/Biosolar industri di bawah cost of product. BPK menilai, tanpa perbaikan menyeluruh pada tata kelola dan kebijakan harga, risiko kerugian bisnis serupa berpotensi terus berulang.
Hingga berita ini diturunkan, redaksi masih menunggu konfirmasi dari PT Pertamina Patra Niaga dan PT Pertamina (Persero) terkait rekomendasi BPK tersebut dan langkah tindak lanjut yang akan diambil manajemen.
*+++*
Artikel Terkait
Siloam Hospitals Kebon Jeruk Menjadi Pusat Bedah Robotik dan Minimal Invasif Pertama di Indonesia
BPK Soroti Subsidi dan Kompensasi Energi Rp399 Triliun yang Libatkan Pertamina
Sempat Diolok-olok saat kampanye, ternyata Dana RW 300 Juta Jadi Nilai Plus Kota Depok Raih Peringkat Terbaik I PPD Nasional 2025
Mungkinkah Teknik Modifikasi Bencana Mengatasi Siklus Siklon di Indonesia?
Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis