Proses penyampaian pendidikan seksual melalui cerita juga dapat membantu anak tunagrahita dalam mengatasi kurangnya pembendaharaan kata yang mereka miliki.
Untuk memaksimalkan keberhasilan dampaknya, Tim PKM PM dari Universitas Indonesia ini telah melakukan intervensi pada anak berkebutuhan khusus tunagrahita kelas 4, 5, dan 6 di SLBN Kota Depok. Hasilnya, terjadi peningkatan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak.
Anak jadi mengetahui bagian tubuh mana saja yang tidak boleh dilihat dan disentuh oleh sembarang orang, menolak jika diajak pergi oleh orang asing sebagai upaya meminimalisir kemungkinan menjadi korban, melapor pada orang tua maupun pihak sekolah jika terjadi kekerasan seksual, serta mengembangkan psikomotoriknya dengan penggunaan media puppet, pop up book, yang ditunjang pula dengan adanya gerak dan lagu “Jaga Tubuh Kita.”
Hal ini mendapat respons baik dari pihak sekolah. “Sangat bagus, metode penyampaiannya juga dengan gambar, nyanyian, permainan, itu sangat tepat untuk anak-anak kami yang memang hanya berjangka pendek memorinya. Kemudian, tadi ada praktik ya, uji coba gitu jadi anak-anak senang. Yang biasanya tidak ada perhatian, tadi kayaknya penuh perhatian engerjakan tugasnya.
Semoga mereka lebih paham lagi dan ke depannya bisa melindungi diri mereka sendiri dan tahu cara menghindar dari orang yang jahat terhadap mereka, terutama kejahatan seksual,” ungkap Erna Wahjati Mudji Primastuti, S.Pd, pengajar di SLBN Kota Depok.
Berharap tak terbatas di ruang-ruang kelas saja, Tim PKM PM UI juga melibatkan peran orang tua siswa dalam promosi pendidikan seksual. Ibunda dari salah satu anak kelas 4C SLBN Kota Depok mengungkapkan tanggapannya terhadap program tersebut. “Cukup informatif, ya.
Agakkaget juga karena ternyata anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan seksual.
Memang enggak bisa dipungkiri bahwa seiring dengan pertambahan usia, kan, kadang-kadang suka luput untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Padahal mereka juga seperti manusia pada umumnya, anak-anak pada umumnya, yang pasti ada dorongan, ada hasrat karena perubahan hormon.
Jadi saya bersyukur banget karena saya jujur enggak bisa, enggak ngerti juga untuk menyampaikan ke anak saya. Nah, dengan adanya hal seperti ini, saya jadi terbantu.
Nanti akan saya tekankan lagi ke anak saya, saya ingatkan lagi apa yang tidak boleh disentuh.”
Lebih lanjut, Dwi Cahya Rahmadiah, selaku dosen pembimbing Tim PKM PM, juga turut menambahkan, “Diharapkan pengabdian masyarakat ini dapat menjembatani gap atau batasan-batasan yang ada sehingga informasi tentang pendidikan seksual pada anak berkebutuhan khusus dapat tersampaikan dengan baik.”
Dengan inisiasi pemberdayaan masyarakat ini, Tim PKM PM yang menamai diri sebagai Tim SEMESTA itu berupaya menghadirkan pendidikan seksual yang inklusif, dapat diterima oleh anak normal maupun anak berkebutuhan khusus tunagrahita, sebagaimana namanya, SEMESTA, yang merupakan singkatan dari Semangat Pendidikan Seksual untuk Tunagrahita.
Mereka berharap pengabdian masyarakat yang mereka lakukan ini dapat menjadi salah satu langkah untuk menghadirkan semesta yang lebih aman dari tindak kekerasan seksual.***