Oleh: Ketua Yayasan Pendidikan Prima Cendekia Islami, Prof. Dadan Wildan.
1. Pendahuluan
Hingga saat ini, kepahlawanan Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan, dua pahlawan muda dari Bandung Selatan, belum mendapatkan tempat yang layak dalam sejarah, baik dalam sejarah lokal kota dan Kabupaten Bandung, maupun dalam sejarah Nasional. Informasi tentang kedua pahlawan ini, masih sangat terbatas. Apalagi, berbagai penafsiran muncul terhadap perjuangan kesyahidan Toha dan Ramdan dalam mengancurkan Gudang Mesiu di Dayeuhkolot pada tanggal 11 Juli 1946. Padahal, penghancuran gudang mesiu ini telah melemahkan kekuatan tentara Belanda yang akan kembali menjajah bangsa Indonesia.
Sebagai upaya menghargai jasa kedua pahlawan ini, seyogianya kita menghilangkan penafsiran-penafsiran yang tidak didasarkan pada fakta-fakta keras (hard fact) sejarah. Penafsiran yang terlalu jauh, seperti peledakan bom itu sebagai bentuk prustasi Mohammad Toha akibat putus cinta, atau dibelokkan oleh kepentingan Belanda yang tidak mau mengakui kehancuran gudang mesiu itu akibat dari perjuangan kedua anak muda kusumah bangsa ini. Belanda bahkan menyatakan, kehancuran gudang mesiu di dayeuhkolot hanyalah kecelakaan akibat puntung rokok yang dibuang sembarangan. Bahkan, secara politis, perlakuan kepada kedua pahlawan yang gugur itu, malah berbeda. Hanya karena perbedaan lasykar perjuangan. Mohammad Toha dari Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI), sementara Mohammad Ramdan dari Lasykar Hizbullah. Marilah kita diskusikan secara jernih, untuk bersama-sama menghargai jasa keduanya secara layak dan proporsional.
2. Siapakah Mohamad Ramdan?
Sejak lahir hingga masa-masa kuliah, saya hidup di Kampung Leles, Desa Magung (sekarang Desa Mekarsari), Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung. Tempat lahir hingga masa remaja Mohammad Ramdan. Sejak kecil, saya telah mendengar kepahlawanan Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan. Ketertarikan saya kepada kedua pahlawan ini, baru muncul pada tahun 1988, ketika saya kuliah di jurusan Sejarah IKIP Bandung. Beberapa sepuh, saya wawancarai. Karena, saya tidak menemukan informasi yang cukup dan referensi yang memadai tentang keduanya.
Baca Juga: PJ Gubernur DKI Jakarta tinjau Underpass Senen dan Dukuh Atas
Ibu Gandasih, kakak kandung Mohammad Ramdan, mengemukakan masa kecil Mohammad Ramdan:
Mohammad Ramdan dilahirkan pada tahun 1928, di Kampung Leles, Desa Magung, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Ramdan, adalah anak kedua dari keluarga Hassan, seorang petani di desa itu. Ibunya bernama Warsih. Hassan kemudian bercerai dengan Warsih. Warsih kemudian menikah dengan Ahmudi, seorang pedagang beras di pasar Ciparay. Sejak usia satu tahun, Ramdan diasuh oleh ayah tirinya, Ahmudi.
Dalam usia tujuh tahun, pada tahun 1935, Ramdan---yang biasa dipanggil dengan nama kecil Endang---sekolah di Sekolah Rakyat (Volkschool) di Kampung Leles. Kemudian pada tahun 1938 melanjutkan sekolah ke sekolah sambungan (Vervolgschool) di Kecamatan Ciparay. Sebagaimana anak-anak lainnya, selain sekolah ia pun rajin mengaji di Surau dan pesantren. Ramdan termasuk anak yang rajin. Waktu senggangnya diisi dengan membuat berbagai kerajinan tangan, seperti ayakan, korang, hihid, aseupan, dan kekesed.
Menurut teman sepermainannya, Endin, pensiunan Kepala SDN Magung I, sejak kecil Ramdan telah menunjukkan sikap pemberani. Ramdan gemar bermain perang-perangan atau perang gobang (pedang-pedangan yang terbuat dari kayu). Tahun 1942, Ramdan telah menyelesaikan sekolah di Vervolgschool. Pada masa pendudukan Jepang, Ramdan kembali bersekolah di Vervolgscholl selama satu tahun, untuk mempelajari bahasa Jepang.
Tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah kepada Jepang tanpa syarat. Maka mulailah zaman baru bagi rakyat Indonesia yang ditandai dengan berbagai penderitaan. Pada awal pendudukan Jepang, Pemerintah Jepang memberikan latihan-latihan kemiliteran bagi para pemuda di tanah air untuk memupuk tenaga guna kepentingan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Bagi para pemuda kita, latihan militer ini dimanfaatkan sebaik-baiknya guna mempersiapkan diri untuk menyongsong kemerdekaan. Para pemuda banyak yang menggabungkan diri antara lain dalam tentara PETA (Pembela Tanah Air), Heiho, Keibodan, dan Seinendan. Mohammad Ramdan, juga tertarik menggabungkan diri dalam latihan-latihan kemiliteran yang diselenggarakan oleh tentara Jepang. Latihan ini, dijadikan sarana yang baik untuk melatih kepercayaan pada diri sendiri, ketabahan, serta perjuangan tanpa kenal menyerah.
3. Siapakah Mohammad Toha?
Informasi yang saya terima menyebutkan bahwa Toha, lahir di Jalan Suniaraja Bandung pada tahun 1927. Dalam usia satu tahun, ia telah yatim, karena ayahnya, Ganda, seorang pegawai UNIE meninggal dunia. Masa kecilnya dihabiskan di kota Bandung. Toha menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat Babakan Bandung hingga lulus tahun 1940. Masa remajanya, ia habiskan untuk bekerja di bengkel motor Cikudapateuh dari tahun 1943 - 1945.
4. Peledakkan Gudang Mesiu di Dayeuhkolot