Edisi.co.id - Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari menyoroti vonis 4,5 tahun penjara terhadap eks Menteri Perdagangan (Mendag), Tom Lembong.
Tom Lembong sebelumnya dijatuhi hukuman penjara selama 4,5 tahun serta denda Rp750 juta dalam kasus korupsi importasi gula. Putusan tersebut menarik perhatian publik, termasuk kalangan akademisi dan pengamat hukum.
Dalam program Rakyat Bersuara yang ditayangkan ulang di YouTube Official iNews pada Selasa, 22 Juli 2025, Feri mengatakan persoalan utama dari kasus ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga karena Tom Lembong memilih kubu yang tidak berkuasa.
Feri menilai putusan tersebut terjadi karena adanya persoalan keberpihakan politik. Maksudnya, lanjut Feri, vonis yang menjerat Tom bukan semata persoalan hukum, melainkan juga berkaitan dengan posisi politik yang diambil oleh Eks Mendag.
"Memang ada problematika hukum, bahwa Pak Tom Lembong salah, salah memilih keberpihakan, coba berpihak sama kekuasaan mungkin beda," ujar Feri dalam tayangan tersebut.
Feri juga menyebut, kesalahan Tom Lembong sejatinya bukan hanya dalam konteks hukum, tapi lebih kepada keputusan politik yang membuatnya tidak mendapat perlindungan dari kekuasaan.
"Jadi Pak Tom Lembong tetap salah, salah soal keberpihakan, coba dekatilah yang lebih dekat supaya aman-aman supaya tidak disentuh," lanjutnya.
Sebagai pembanding, Feri menyebut nama Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan RI, Zulkifli Hasan atau akrab disapa Zulhas.
Baca Juga: Arab Saudi Sambut Langkah Bersejarah Prancis Akui Negara Palestina, Desak Dunia Ikut Jejak Macron
Pakar hukum tata negara itu mempertanyakan lambatnya proses hukum terhadap kasus yang disebut-sebut melibatkan Zulhas. Menurut Feri, hal ini menunjukkan ketimpangan dalam penegakan hukum.
"Saya punya catatan, kasus yang melibatkan Pak Zulhas, kapan jaksa mau menangani? Kan banyak tuh hal yang mau dibuktikan," terangnya.
Di sisi lain, Feri mengkritik institusi penegak hukum yang dianggap lamban jika menyangkut sosok dari kubu kekuasaan.
Oleh sebab itu, pakar hukum tata negara itu mengklaim kondisi ini memperkuat persepsi publik bahwa hukum hanya tajam kepada mereka yang tak sejalan dengan mayoritas penguasa.
"Ayo cepat supaya kami bisa berprasangka baik, jangan kemudian orang bisa melihat hukum itu betul-betul timpang, hukum hanya mengenai orang-orang yang berbeda sudut pandang," tutup Feri.***