edisi.co.id - Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto memunculkan perdebatan di tengah masyarakat.
Berdasarkan hasil survei Kedai Kopi, sebanyak 80,7 persen publik menyatakan setuju, namun sebagian lainnya tetap menolak dengan alasan pelanggaran HAM dan praktik korupsi, kolusi, serta nepotisme (KKN) pada masa pemerintahannya.
Hal tersebut disampaikan Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensat) dalam siaran langsung di akun YouTube miliknya yang tayang pada Sabtu, 8 November 2025.
Baca Juga: Prabowo Terima Surat Kepercayaan 12 Duta Besar LBBP untuk Republik Indonesia
“Sebanyak 80,7 persen mendukung Soeharto menjadi pahlawan nasional, sementara yang tidak mendukung 15,7 persen dan yang tidak tahu 3,6 persen,” kata Hensat.
Dukungan karena Pembangunan dan Swasembada Pangan
Hensat menjelaskan, mayoritas masyarakat yang mendukung pengusungan Soeharto menilai keberhasilan pembangunan pada masa Orde Baru sebagai alasan utama.
Sebanyak 78 persen responden menyebut Soeharto berhasil membawa Indonesia mencapai swasembada pangan, sementara 77,9 persen menganggapnya sukses melakukan pembangunan nasional.
Selain itu, 63,2 persen responden menilai Soeharto berhasil menghadirkan sekolah dan sembako murah, dan 59,1 persen menilai masa pemerintahannya identik dengan stabilitas politik yang baik.
Penolakan karena Beberapa Catatan
Meski dukungan publik terbilang besar, survei juga menunjukkan penolakan kuat terhadap wacana tersebut.
Sebanyak 88 persen dari kelompok penolak beralasan Soeharto tidak layak menjadi pahlawan nasional karena maraknya praktik KKN.
Sementara itu, 82,7 persen responden menilai Soeharto membungkam kebebasan berpendapat dan kebebasan pers.
Lebih lanjut, 79,6 persen menganggapnya pelanggar HAM, dan 61,3 persen menyebut ia terlibat dalam intimidasi terhadap sejumlah pihak dalam peristiwa kontroversial.