Edisi.co.id - Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya memeriksa 46 saksi anak untuk mengurai konstruksi peristiwa ledakan di SMAN 72 Jakarta yang terjadi pada Jumat, 7 November 2025.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto menyebut 10 saksi di antaranya berhalangan hadir.
“Penyidik sudah memeriksa 46 saksi anak. Sepuluh saksi lain berhalangan hadir,” ujar Budi Hermanto kepada awak media di Jakarta, pada Jumat, 14 November 2025.
Baca Juga: Garda Medika Berikan Layanan Seamless Melalui Express Discharge, Berikut kelebihan layanannya
Pemeriksaan dilakukan di UPTD PPPA DKI Jakarta, demi memastikan pendampingan psikologis terpenuhi.
Polisi juga telah meminta keterangan ayah pelaku, sementara ibunya belum dapat diperiksa karena bekerja di luar negeri.
“Prosesnya masih berjalan," terang Budi.
Berkaca dari hal itu, sebagian publik juga menyoroti adanya fakta terkait terduga pelaku yang masih berstatus anak berhadapan dengan hukum (ABH) disebut memendam kesepian mendalam.
Terduga pelaku hidup tanpa tempat berbagi cerita, dan tumbuh dalam keluarga yang telah lama terbelah.
Lantas, bagaimana penuturan pihak kepolisian terkait temuan fakta yang diketahui dari terduga pelaku dalam insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta itu? Berikut ulasannya.
Terduga Pelaku Disebut Tak Punya Teman Curhat
Dalam insiden itu, polisi sempat mengungkapkan adanya dua dentuman terdengar beruntun, dari musala lantai tiga lalu belakang kantin.
Temuan polisi menegangkan senjata api mainan bertuliskan nama tiga pelaku penembakan masjid di luar negeri, serta bahan peledak rakitan yang tersisa di lokasi kejadian.
Secara terpisah, Direskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Iman Imanuddin menyebut pihaknya mendapati adanya dugaan terduga pelaku hidup dalam lingkaran sunyi di lingkungannya, tanpa ada tempat mengadu.
“Yang bersangkutan merasa sendiri kemudian merasa tak ada yang menjadi tempat untuk menyampaikan keluh kesahnya, baik di keluarga maupun sekolah,” ujar Iman Imanuddin dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, pada Selasa, 11 November 2025.