berita

BPK Nilai Kebijakan Harga Solar Industri Pertamina Patra Niaga Tak Mitigasi Risiko, Potensi Kerugian Negara Rp6,97 Triliun

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:05 WIB

Edisi.co.id  — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai kebijakan penetapan harga jual BBM Solar/Biosolar industri yang dilakukan PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) sepanjang 2023 hingga semester I 2024 tidak mencerminkan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat serta belum mampu memastikan mitigasi risiko dilakukan secara memadai.

Penilaian tersebut tercantum dalam hasil pemeriksaan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2025, yang menyoroti kelemahan mendasar dalam kebijakan harga BBM industri.

“Pemeriksaan dilakukan mulai dari aspek pengambilan keputusan hingga pengawasan dampaknya terhadap kinerja keuangan perusahaan,” tulis laporan itu seperti dikutip oleh _Kilat.com_, jaringan Promedia, pada Kamis 18 Desember 2025.

BPK mengungkapkan, dalam praktiknya PT PPN tidak memiliki pengaturan yang memadai terkait dokumentasi justifikasi dan proses negosiasi harga jual dengan pelanggan.

Selain itu, tidak terdapat keputusan berbasis ambang batas (_threshold_) yang jelas dalam menetapkan variasi harga jual, khususnya ketika harga ditetapkan di bawah harga jual keekonomian maupun bahkan di bawah biaya produksi (_cost of product_).

Masalah tata kelola juga terlihat dari lemahnya pengawasan atas dampak kebijakan harga terhadap profitabilitas perusahaan, termasuk potensi munculnya diskriminasi antar pelanggan.

BPK mencatat adanya perbedaan perlakuan harga antara pelanggan dari sektor pemerintah, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), dan PT Kereta Api Indonesia (KAI), dibandingkan dengan segmen swasta dan BUMN tertentu.

Tak hanya itu, BPK menyoroti penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PPN yang menetapkan target penjualan BBM semata-mata dalam bentuk volume, tanpa disertai target nilai pendapatan.

Kondisi ini, dalam laporan itu, BPK menilai tidak menciptakan insentif yang memadai bagi manajemen untuk menjaga tingkat profitabilitas dari produk BBM yang dijual.

Akibat kelemahan tersebut, BPK menilai PT Pertamina Patra Niaga tidak mampu mencapai profitabilitas maksimal dari kebijakan pemberian diskon harga yang besar.

Bahkan, BPK mengungkap adanya indikasi kerugian keuangan perusahaan atas realisasi penjualan BBM di bawah _cost of product_ yang mencapai Rp6,97 triliun.

BPK menekankan bahwa temuan ini mencerminkan perlunya perbaikan menyeluruh pada kebijakan penetapan harga BBM industri, khususnya dalam memastikan keputusan bisnis berbasis tata kelola yang kuat, transparan, dan mampu melindungi kepentingan keuangan perusahaan secara berkelanjutan.

Hingga berita ini diturunkan, Pertamina Patra Niaga belum memberi pernyataan resmi. Redaksi masih berusaha menghubungi Senior Officer Media Communication PT Pertamina Patra Niaga, Reno Fri Daryanto.

Demikian juga VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Muhammad Baron juga belum memberikan tanggapan atas IHPS I Tahun 2025 BPK ini.

Halaman:

Tags

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB