Edisi.co.id – Majelis Nasional Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) meminta pemerintah untuk mencabut atau setidak-tidaknya mengevaluasi dan merevisi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Pernyataan tersebut ditandatangani oleh Koordinator Presidium MN Kahmi, Ahmad Riza Patria dan Sekretaris Jenderal, Manimbang Kahariady.
Dalam Pernyataan Sikap yang dikeluarkan Jumat, 12 November 2021, MN Kahmi menilai bahwa peraturan itu memiliki sejumlah kejanggalan yang berpotensi menimbulkan salah tafsir, sehingga tujuan dari dibuatnya peraturan itu tidak tercapai, bahkan sebaliknya.
Kejanggalan itu terutama tampak pada Pasal 5 dengan frasa “persetujuan”, yang dapat ditafsirkan bahwa aktivitas seksual yang dilakukan atas persetujuan korban bisa dibenarkan. Ketentuan ini berpotensi melegalkan seks bebas atau perzinaan, bahkan juga melegalkan perilaku LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).
Baca Juga: Dinsos Lakukan Pencarian Terhadap Tiga Anak Terlantar yang Kabur dari Panti
MN Kahmi menilai peraturan itu lebih mengacu pada nilai-nilai liberal dimana benar-salah suatu aktivitas seks bukan berdasarkan nilai-nilai agama tetapi atas dasar persetujuan para pihak. Selama tidak ada pemaksaan, telah berusia dewasa, dan ada persetujuan, maka aktivitas seksual diperbolehkan, meskipun dilakukan di luar pernikahan.
Paradigma tersebut bertentangan dengan nilai-nilai agama dan Pancasila yang berlaku di masyarakat kita. “Mengingkari nilai-nilai agama identik dengan mengingkari jatidiri bangsa,” demikian pernyataan MN Kahmi.
Baca Juga: Hadiri Ijtima’ Ulama, Sekum PERSIS Sebut Keterlibatan PERSIS Pada Ijtima' Ulama Cukup Signifikan
Selain mempertimbangkan nilai-nilai agama, Pancasila, dan norma-norma yang berkembang di masyarakat, menurut MN Kahmi, suatu peraturan harus memperkuat atau sinergi dengan peraturan yang sudah ada. Karenanya, penerapan asas keterbukaan dalam penyusunannya sangat diperlukan. ***