berita

Refleksi Akhir Tahun Majelis Nasional KAHMI

Sabtu, 1 Januari 2022 | 20:15 WIB
Rafleksi Akhir Tahun MN Kahmi menyoroti sejumlah permasalahan di bidang politik, ekonomi dan hukum yang perlu segera dibenahi.

Edisi.co.id - Mencermati perjalanan bangsa Indonesia setahun terakhir,  Majelis Nasional Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN Kahmi) memberi sejumlah catatan. Di bidang politik, Kahmi menyoroti peran partai politik yang dinilai belum maksimal dalam menjalankan fungsinya baik sebagai penyalur aspirasi maupun dalam pendidikan politik kepada masyarakat.

“Partai politik diharapkan lebih memaksimalkan perannya dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat, menguatkan fungsinya sebagai pilar demokrasi, serta melakukan pendidikan politik kepada masyarakat,” demikian sebagian dari Refleksi Akhir Tahun MN Kahmi, yang ditandatangani Koordinator Presidium Ir. H. Ahmad Riza Patria dan Sekretaris Jenderal Drs. Manimbang Kariady, Jumat, 31 Desember 2021.

Proses demokrasi juga belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, yang masih cenderung bersifat transaksional yang justru mendistorsi demokrasi dan bertentangan dengan substansi dari demokrasi itu sendiri. “Kahmi memandang  perlu dicarikan solusinya dalam proses rekruitmen kepemimpinan yang sarat dengan transaksional atau politik uang, yang justru dapat melahirkan kekuasaan yang cenderung otoritarian.”

Baca Juga: Menteri Perdagangan Mengeluarkan Harga Patokan Ekspor Produk Pertambangan Periode Januari 2022

Di bidang ekonomi, Kahmi menyoroti besarnya utang luar negeri yang hingga Juni 2021 sudah mencapai Rp 6.554 triliun dengan beban bunga Rp 367,3 triliun. “Rasio utang terhadap GDP (gross domestic bruto) mencapai 41,35 persen. Kondisi ini tentu sangat memberatkan kita sebagai bangsa. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah yang cepat dan terukur untuk mengatasinya.”

Kahmi mendesak agar pemerintah  mencegah praktik  konglomerasi yang berpotensi merugikan bangsa dan negara, terutama yang mengeksploitasi kekayaan alam. Sebaliknya, Kahmi mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan ekonomi kerakyatan. “Pemerintah harus hadir untuk membela yang lemah agar mereka lebih berdaya.”

Di bidang hukum, Kahmi memandang bahwa penegakan  hukum belum mampu  mengawal penyelenggaraan negara dan pemerintahan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan, pelanggaran, perilaku represif dan distortif. Sejauh ini, penegakan hukum termasuk pemberantasan korupsi, berjalan sangat pelan, tak mampu mengimbangi  pelanggaran yang dilakukan para elite dan pemodal melalui politik oligarki, monopoli, dan kolusi  antara penguasa dan pengusaha.

Baca Juga: Kejari Depok Tetapkan Tersangka Dugaan Korupsi Damkar

Setelah mencermati berbagai permasalahan tersebut, Kahmi menyerukan, pertama, perlunya penguatan sistem demokrasi Pancasila yang telah menjadi kesepakatan bersama. Yaitu, demokrasi Pancasila yang substantif, yang menyejahterakan seluruh rakyat, bukan justru membangun  oligarki yang hanya menguntungkan sekelompok orang.

Kedua, Indonesia sebagai negara hukum, penegakan hukum tak boleh ditawar-tawar lagi. Sebab, maraknya korupsi, kolusi, politik uang, tindak kekerasan, peredaran narkoba, pelanggaran dan kesewenang-wenangan, merupakan akibat dari lemahnya supremasi hukum. Pada akhirnya akan berujung pada ketimpangan sosial yang semakin lebar, serta berkembangnya isu sara dan politik identitas, konflik sosial, tindak anarkis dan terorisme.

Baca Juga: Anies Baswedan dan Anak Yatim Ibu Kota

Karena itu, Kahmi menyerukan agar pemerintah dan masyarakat pada umumnya, perlu bersungguh-sungguh menegakkan hukum yang adil dan menghormati hak asasi manusia, serta  memperjuangkan pembangunan demokrasi Pancasila. ***

Tags

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB