Kelima, dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba, perjudian, berjual-beli barang yang dilarang atau haram, mencuri, merampok, curang dalam takaran dan hitungan, melalui cara-cara yang bathil dan merugikan, dan melalui suap menyuap.
Oleh sebab itu, secara global dalam syariat Islam, dikenal tiga jenis kepemilikan.
Pertama, kepemilikan pribadi. Kepemilikan ini dapat dimiliki secara individual, misalnya pakaian dan tempat tinggal.
Kedua, kepemilikan negara, berupa aset seperti kantor pemerintahan dan perusahaan negara.
Ketiga, kepemilikan umum. Kepemilikan oleh seluruh rakyat, bukan milik pribadi maupun negara.
Segala bentuknya tidak boleh diprivatisasi, baik secara perorangan maupun perusahaan. Pengelolaan kepemilikan umum dilakukan oleh negara yang hasilnya harus dikembalikan kepada sang pemilik, yaitu rakyat.
Rasulullah Saw dalam kepemimpinannya mengelola negara Islam yang saat itu berpusat di Madinah sangat memperhatikan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam.
Rasulullah Saw bersabda : “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api. Harga (menjualbelikannya) adalah haram. (HR. Abu Dawud).
Api disini ditafsirkan sebagai material-material yang dapat menghasilkan energi. Dalam cakupan yang lebih sempit, perdagangan energi dalam pandangan Islam adalah terlarang.
Kata ‘berserikat’ menjelaskan bahwa energi merupakan salah satu kekayaan yang tidak boleh dikuasai secara pribadi, atau disebut dengan privatisasi.
Larangan penguasaan energi secara pribadi dipertegas oleh hadits yang lain. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia telah meminta kepada Rasulullah Saw agar diperbolehkan untuk mengelola sebuah tambang garam.
Lalu Rasulullah Saw memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki dari majelis tersebut bertanya, ‘Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air yang mengalir.’ Rasulullah Saw kemudian menarik kembali tambang tersebut darinya.”(HR.At-Tirmidzi).
Maksud dari ‘bagaikan air yang mengalir’ adalah sesuatu yang melimpah, sehingga Rasulullah Saw pun menarik kembali tambang tersebut, lantaran sesuatu yang melimpah di alam harus digunakan secara bersama-sama.
Dalam Konteks yang terjadi di Indonesia saat ini yang perlu digarisbawahi adalah keberadaan masyarakat bukan hanya sebagai objek kerja pemerintah.
Lebih dari itu, masyarakat memiliki hak sebagai pengawas serta pengawal pemerintah dalam mewujudkan visi dan misi negara.