Selain kitab-kitab di atas, di antara ulama Betawi yang mempunyai dan memimpin majelis taklim ada yang mengajarkan kitab hasil karyanya sendiri, seperti KH. Muhadjirin Amsar ad-Dany yang mengarang syarah kitab fiqih bulugh (Al-Maram yang dberi judul Mishbah adz-Dzulaam sebanyak delapan juz).
Walau beliau telah wafat, kitab Mishbah adz-Dzulaam sampai sekarang tetap diajarkan di beberapa majelis taklim yang dipimpin oleh muridnya atau milik orang lain, baik di Bekasi, di Jakarta (misalnya di Madrasah al-Wathoniyyah pimpinan KH. Shodri), maupun di daerah lainnya.
Selain itu, Kitab Taysir (kitab tajwid) karangan KH. Abdul Hanan Sa‘id (almarhum) yang sampai sekarang masih diajarkan di Majelis Taklim Manhalun Nasyi‘in yang kini dipimpin oleh murid KH. Ali Saman dan di tempat-tempat lain. Juga kitab-kitab yang dikarang oleh mu‘allim KH. Syafi'i Hadzami.
Kitab karangan ulama Betawi yang diajarkan di luar negeri sampai sekarang, seperti di di Malaysia, adalah kitab ilmu falak, Sullam An-Nayrain karangan Guru Manshur Jembatan Lima.
Sedemikian pentingnya majelis taklim bagi umat Islam, khususnya masyarakat Betawi, sebagai salahsatu sarana belajar untuk mencetak ulama masa depan.
Terpenting, tongkat estatafet pengajar atau guru kitab kuning di sejumlah majelis taklim di Jakarta, harus terus berkesinambungan.
Mengingat mereka adalah ujung tombak bagi pembelajaran dan pembinaan akhlak serta karakter masyarakat yang religius.
Diharapkan, kajian kitab kuning tetap dipertahankan dan dilestarikan, jangan sampai mati obor dan kehilangan para pengajar yang memiliki sanad jelas dan umat tidak akan tersesat jika mengaji kepada mereka.
Upaya pelestarian kitab-kitab kuning dapat dilakukan melalui penguatan dan pengembangan majelis-majelis taklim kitab kuning di sentra-sentra intelektual keislaman di wilayah Jakarta, baik secara konvensional maupun online.