Baca Juga: Sidang Kelompok Musrenbang Kecamatan Terintegrasi di Kelurahan Pulau Panggang Bahas 91 Usulan
Pengungsi Suriah Jadi Komoditi Politik
Setelah krisis mata uang dan ekonomi yang parah dan memburuk di Turki, dan di tengah meningkatnya inflasi (mencapai 80,2 - lebih dari 181 persen), karena lira terus menderita, akibatnya sentimen terhadap pengungsi Suriah pun kian meningkat.
Di ibu kota Ankara terjadi serangan kekerasan terhadap warga Suriah, yang juga menyasar rumah dan toko-toko milik mereka. Bahkan, beberapa pengungsi laki-laki dewasa dan anak anak Suriah telah ditangkap, ditahan, dipukuli, dan dideportasi secara paksa ke zona perang Suriah.
Ketika warga Suriah menghadapi diskriminasi yang meluas di Turki, politisi mengeksploitasi permusuhan dan rasisme yang dihadapi oleh pengungsi Suriah ketika berkampanye. Politisi itu sering menggunakan pengungsi Suriah sebagai kambing hitam.
Metin Corabatir, Presiden Pusat Penelitian Suaka dan Migrasi (IGAM), sebuah wadah pemikir yang berbasis di Ankara, mengatakan peningkatan provokasi diatur oleh kalangan elit tertentu di Turki.
Omar Kadkoy, seorang analis kebijakan migrasi di think-tank TEPAV yang berbasis di Ankara, mengatakan opini publik Turki menjadi semakin tidak ramah terhadap orang asing.
Politisi dari partai oposisi terbesar Turki, CHP, secara teratur menyerukan para pengungsi Suriah untuk kembali ke negara asal mereka. Bahkan mengiklankan, bahwa mereka akan mengirim semua warga Suriah kembali ke tanah air mereka jika mereka memenangkan pemilihan.
Jajak pendapat menunjukkan turunnya dukungan terhadap pengungsi Suriah, dari 70% ke 40%, dan ini dipandang sebagai salah satu faktor yang membuat partai Presiden Erdogan bisa kehilangan kekuasaan di Istanbul dalam sebuah pemilu lokal.
Pemimpin oposisi dan calon presiden Kemal Kilicdaroglu ketika itu telah "bersumpah" untuk memulangkan pengungsi Suriah jika terpilih pada 2023.
Perlakuan Turki ini yang memaksa pengungsi Suriah kembali ke Tanah Air mereka yang masih berkecamuk perang suadara, telah dikecam oleh kelompok-kelompok kemanusiaan yang bersikeras, bahwa Suriah tetap tidak aman dan berbahaya bagi para pengungsi.
Perlakuan terhadap migran di Turki yang berada di bawah perlindungan sementara itu merupakan pelanggaran hukum internasional. Demikian dilaporkan Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di New York
HRW telah mewawancarai 37 lelaki Suriah dan dua anak laki-laki antara Februari dan Agustus, serta kerabat mereka yang dideportasi ke Suriah. Seorang lelaki berusia 26 tahun dari kota Aleppo di Suriah Utara bercerita, bahwa siapa pun yang mencoba masuk kembali ke Turki akan ditembak.
HRW mengungkapkan, sejumlah petugas Turki menangkap pengungsi Suriah di rumah, tempat kerja, dan di jalan. Mereka kemudian ditahan dalam kondisi yang buruk, sebagian besar menderita pemukulan dan penganiayaan, dan dipaksa untuk menandatangani dokumen yang menyetujui pemulangan “sukarela''(deportasi) ke Suriah. Hampir 527.000 warga Suriah telah kembali ke tanah air mereka secara sukarela, kata seorang pejabat Turki.
Setelah pengungsi Suriah diborgol ke perbatasan Suriah, dengan lama perjalanan selama 21 jam, mereka dipaksa menyeberang dengan todongan senjata.