Edisi.co.id - Gempa berkekuatan 7,8 magnitude mengguncang perbatasan dua negara, Turki dan Suriah, pada Senin lalu. Bencana tersebut telah menewaskan lebih dari 37.000 orang.
Di Kota Gaziantep, Turki, yang dilanda gempa parah, terdapat hampir setengah juta warga Suriah tinggal. Angka itu merupakan seperempat dari populasi.
Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu memastikan Turki tidak akan mengizinkan masuknya pengungsi baru dari Suriah setelah gempa dahsyat pekan lalu.
Sensitivitas di antara warga Turki mengenai pengungsi dari Suriah meningkat, menyusul masalah keamanan pasca-gempa yang marak seperti penjarahan. Otoritas Turki menangkap 48 orang karena penjarahan.
Namun, Menteri Kehakiman Turki mengumumkan, tanpa mengatakan dari mana mereka berasal. Presiden Tayyip Erdogan sendiri telah berjanji untuk menindak tegas para penjarah.
Beberapa orang Turki di kota-kota yang dilanda gempa menuduh warga Suriah merampok toko dan rumah yang rusak.
Kebencian orang Turki terhadap warga Suriah bukanlah hal baru, tetapi gempa bumi telah memperburuk ketegangan. Slogan anti-Suriah seperti "Kami tidak ingin warga Suriah", "Imigran harus dideportasi", dan "Tidak lagi diterima" menjadi tren perbincangan di Twitter.
Baca Juga: Keputusan UEFA tentang Pembelian Manchester United yang Diragukan akan Disetujui
Warga Suriah Diusir
Warga Suriah yang kehilangan tempat tinggal akibat gempa mengakui, bahwa mereka telah diusir dari kamp darurat. Sentimen anti-Arab (Suriah) telah meningkat secara signifikan sejak masuknya pengungsi Suriah ke Turki.
Seorang pria Suriah yang berlindung di negeri Ottoman itu kerap menghadapi cercaan rasis. "Orang-orang mulai meneriaki kami dan mendorong kami ketika mereka mendengar kami berbicara bahasa Arab. Orang-orang selalu menuduh kami melakukan penjarahan, tapi itu hanya untuk menciptakan perselisihan," kata seorang pria Suriah, yang tidak mau disebutkan namanya.
Perlu diketahui, Turki adalah rumah bagi hampir 4 juta pengungsi Suriah, setelah membuka perbatasannya bagi mereka yang melarikan diri dari perang saudara yang meletus di sana pada tahun 2011. Banyak yang terkonsentrasi di bagian selatan negara yang dekat dengan perbatasan Suriah.
Turki telah menghabiskan lebih dari US$40 miliar atau sekitar Rp606 triliun sejak 2011 untuk menampung para pengungsi, pada saat kesulitan ekonomi yang intens di negara itu. Beberapa orang Turki memandang warga Suriah sebagai tenaga kerja murah yang mengambil alih pekerjaan.
“Klaim ada gelombang pengungsi baru dari Suriah ke Turki (setelah gempa bumi) tidak benar. Kami tidak akan membiarkan itu. Semua penyeberangan perbatasan ini untuk bantuan kemanusiaan. Itu tidak berarti warga Suriah datang ke Turki melalui penyeberangan ini,” kata Cavusoglu pada konferensi pers di Ankara, Senin, 13 Februari 2023.
Artikel Terkait
Dompet Dhuafa Terjunkan Tim Kesehatan Bantu Pengungsi Rohingya di Aceh
Salimah dan 11 Ormas Perempuan Indonesia untuk Al-Quds, Serukan Dukungan bagi Pengungsi Palestina
UNHCR dan Dompet Dhuafa Kerjasama Strategi untuk Pengungsi Secara Global
Kondisi Merapi Masih Mengkhawatirkan, Indonesia Care Salurkan Logistik Pengungsi
Jokowi Sebut Perang Ukraina dan Rusia Bisa Timbulkan Krisis Pengungsi Terbesar Sepanjang Abad