Edisi.co.id - Konsep tentang Tuhan dalam Islam bersumber dari dan berdasarkan wahyu.
Yang kami maksud dengan “wahyu“ di sini sama sekali bukanlah imajinasi seperti khayalan seorang penyair besar ataupun klaim para seniman terhadap diri mereka sendiri.
Wahyu di sini juga bukan inspirasi apostolik seperti yang diklaim oleh para penulis kitab suci semacam Bibel.
Wahyu yang kami maksud di sini adalah firman Tuhan tentang diriNya sendiri, ciptaanNya, relasi antara keduanya, serta jalan menuju keselamatan yang disampaikan pada Nabi dan Rasul pilihanNya.
Bukan melalui suara atau aksara, namun semuanya itu, telah Dia representasikan dalam bentuk kata-kata, kemudian disampaikan oleh Nabi pada umat manusia dalam sebuah bentuk bahasa dengan sifat yang baru, namun bisa dipahami.
Wahyu ini bersifat final, dan ia (yakni al-Qur’an) tidak hanya menegaskan kebenaran wahyu-wahyu sebelumnya dalam kondisinya yang asli, tapi juga mencakup substansi kitab-kitab sebelumnya, dan memisahkan antara kebenaran dan hasil budaya serta produk etnis tertentu.
Karena kita mengakui bahwa al-Qur’an adalah firman Tuhan yang diwahyukan dalam bentuk baru bahasa Arab, maka gambaran tentang sifat-sifat Tuhan di dalamnya merupakan deskripsi tentang diriNya oleh diriNya sendiri dan dengan kata-kataNya sendiri, menurut bentuk bahasa tersebut (Arab).
Baca Juga: Viral Pengemudi Motor Kecelakaan di JLNT Casablanca
Dalam pengertian ini dan berbeda dari kondisi pemikiran modernis dan post-modernis yang ada, kami berpendapat bahwa bukanlah concern Islam untuk terlibat jauh dalam permasalahan semantik bahasa secara umum, dimana para filosof bahasa menghadapi masalah dalam menyesuaikan or menghubungkan bahasa dengan dengan realitas yang sebenarnya secara tepat.
Konsepsi mengenai sifat Tuhan yang berasal dari wahyu juga dibangun di atas fondasi akal dan intuisi, dan untuk beberapa kasus dibangun berdasarkan intuisi empirik, sebagai hasil pengalaman dan kesadaran manusia akan Tuhan dan ciptaanNya.
Sifat Tuhan yang dipahami dalam Islam, tidak sama dengan konsepsi Tuhan yang dipahami dalam doktrin dan tradisi keagamaan lain di dunia. Ia juga tidak sama dengan konsepsi Tuhan yang dipahami dalam tradisi filsafat Yunani dan Hellenistik.
Ia tidak sama dengan konsepsi Tuhan yang dipahami dalam filsafat Barat atau tradisi sains; juga tidak sama dengan yang dipahami dalam tradisi mistisisme Timur maupun Barat. Kalaupun ada kemiripan yang mungkin ditemukan antara sifat Tuhan yang dipahami dalam Islam dengan berbagai macam konsepsi agama lain, maka itupun tidak bisa ditafsirkan sebagai bukti bahwa Tuhan yang dimaksud adalah sama, yakni Tuhan Universal Yang Esa (The One Universal God), karena masing-masing konsep tersebut digunakan sesuai dengan dan termasuk dalam sistem dan kerangka konseptual yang berbeda-beda, sehingga konsepsi tersebut yang merupakan suatu keseluruhan, atau super-system, tidak sama antara satu dengan yang lain.