Edisi.co.id - Satgas Peradaban Bangsa (SPB) yang merupakan gabungan Ormas-Ormas Islam menuntut DPR RI untuk menghapus RUU HIP dari Program Legeslasi Nasional (Prolegnas). SPB juga pernah mengkritisi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual pada tahun 2019.
Ketua SBP Dr. Hj Aan Rohana, Lc. MA menilai, pada tahun 2020 ini telah terbit Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang telah nyata mengandung unsur tingkat kontroversi yang sangat besar di tengah masyarakat, dan memiliki masalah fundamental di dalamnya; yang bukan saja bersifat politis, tapi juga bersifat dekonstruksi dan men- downgrade kedudukan Pancasila.
"Persoalan utama RUU HIP bukan saja terletak di dalam pasal-pasalnya, tetapi dengan menjadikan judul ideologi Pancasila sebagai judul Undang-Undang merupakan pintu gerbang perdebatan ideologis yang kontraproduktif di tengah masyarakat. Menghadapi tantangan ideologis dan disintegrasi bangsa di era keterbukaan informasi, haruslah disikapi dengan keteladan para pejabat dan pemimpin negara, melaksanakan aturan-aturan hukum yang berlaku, menegakkan hukum dengan adil, membersihkan tindak pidana korupsi sampai ke akar-akarnya." Ujar Dr Aan.
Dikatakan pula, bukan dengan cara menafsirkan ulang secara luas atau secara sempit ideologi Pancasila dengan UU. Karena UUD 1945 adalah satu-satunya tafsir terhadap Pancasila, dan Mahkamah Konstitusi lah yang berwenang menguji UU di bawah UUD 1945. Sangat tidak negarawan legislatif membawa kedudukan Pancasila ke dalam UU yang dapat diuji setiap saat oleh masyarakat, menjadikan Pancasila ideologi yang resisten terhadap tantangan zaman.
"Eksistensi Pancasila sampai saat ini pun masih sangat kuat dalam menghadapi berbagai tantangan ideologis, mulai dari melarang ajaran komunisme, marxisme-leninisme, sekulerisme, separatisme, terorisme, radikalisme, maka tidak ada sedikitpun alasan filosofis, yuridis dan sosiologis yang membenarkan ideologi Pancasila ditasfirkan ke dalam UU yang secara hirarki perundang-undangan lebih rendah dari UUD 1945." Pungkas Dr. Aan. (Hlh)