Edisi.co.id - Meningkatnya angka perceraian ditengah pandemic Covid-19 mendapat perhatian dari Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam Dr. H. Jeje Zaenudin.
“Fakta bahwa perceraian keluarga meningkat tajam pada masa pandemi sebagaimana gencar diberitakan. Sebagian besar pemicu perceraian itu adalah problem ekonomi.” Kata Jeje kepada edisi.co.id, Ahad (6/9/2020).
Jeje menilai tingginya angka perceraian sangat terkait dengan situasi pandemi yang mempersulit dunia usaha dan banyak kepala keluarga yang kehilangan atau jadi berkurang penghasilannya. Kemudian timbul percekcokan dan pertengkaran keluarga yang berujung pada gugatan cerai.
Namun dibalik kesulitan ekonomi dan pertengkaran itu mengindikasikan lemahnya daya tahan keluarga muslim dalam menghadapi badai keluarga. Sebab dalam berkeluarga itu meskipun ekonomi memang penting tetapi bukan satu satunya penentu kesejahteraan dan kebahagiaan rumahtangga.
Jeje menambahkan, kerapuhan keluarga muslim kita sudah sangat mengkhawatirkan. Bukan hanya soal tingginya kasus perceraian yang berdampak luas kepada nasib pendidikan dan masa depan anak anak muslim.
“Tetapi juga moral sosial lainya seperti meningkatnya anak anak jalanan, kerusakan moral di kalangan anak anak, narkoba, dan perilaku hidup yang buruk dan tidak sehat,” tambah Jeje.
Jeje mengungkapkan masalah lain yang esensial selain faktor ekonomi tadi. Yaitu lemahnya pemahaman tentang visi dan misi suci berumahtangga menurut tuntunan agama yang begitu mulia.
“Tentu selain peribadi mereka sendiri adalah institusi atau pranata sosial agama ikut bertanggungjawab. Seperti lembaga dakwah, para penyuluh KUA, dan para pendakwah serta tokoh agama,” ucap Jeje.
Maka menurut Jeje, sudah saatnya lembaga dakwah dan para dai mereformasi dan mentransformasi pola dan materi dakwah secara serius dalam bidang pembangunan ketahanan keluarga. Kehidupan keluarga dalam Islam jangan sampai jadi bahan dakwah yang lucu-lucuan saja, apalagi jika dikesankan seperti dijadikan alat sosialisasi fikih poligami saja.
“Sehingga terkesan membangun keluarga yang islami itu jika sudah mampu berpoligami atau punya istri lebih dari satu. Sementara prinsip-prinsip suci dan agung dari misi berkeluarga menurut ajaran Islam sepertinya hanya jadi hiasan normatif dalam khutbah dan ceramah perkawinan semata,” pungkas Jeje.
Reporter-Foto: Henry Lukmanul Hakim