Oleh Ema Zakiyyah Annawariyyah
Pengertian berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan, 2008:16). Dari pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa berbicara merupakan cara untuk mengekspresikan diri dalam bentuk bahasa lisan.
Menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk yang lainnya bisa berupa ekspresi wajah, tulisan, karya seni dan lain-lain merupakan kebutuhan semua manusia. Manusia sebagai makhluk yang dibekali akal dan rasa tentunya mempunyai kehendak yang tidak akan dapat diketahui orang lain kalau dia sendiri tidak mengungkapkannya.
Islam sebagai agama yang sempurna sangat memahami hal itu. Oleh sebab itu kita dianjurkan untuk berbicara, berekspresi untuk mengungkap pikir dan rasa. Karena Islam agama yang memberi kemerdekaan. Tetapi Islam juga bukanlah agama yang memberi kebebasan tanpa batas. Di dalam kemerdekaannya selalu ada aturan-aturan untuk penyempurnaan pelaksanaannya.
Seperti juga berbicara ada aturan-aturannya. Bebicaralah yang baik atau diam. Berhati-hatilah dengan berbicara karena Rosululloh SAW.. telah mengingatkan kepada kita “Kebanyakan kesalahan anak Adam dilisannya” (HR. Al Mundiri). Kita dibolehkan untuk berbicara tetapi pembicaran kita harus bisa memberi arti, memberi makna, memberi perubahan kepada sesuatu yang lebih baik. Kalau dengan pembicaraan kita tidak dapat seperti itu maka lebih baik diam. Bagaimana cara kita berbicara.
Pertama, Berbicaralah yang penting-penting saja. Seringkali ketika pembicaraan terlalu lama pada akhirnya tidak sadar kita membicarakan sesuatu yang tidak penting malahan bisa menjerumuskan kita kepada dosa.
Kedua, jangan membicarakan setiap sesuatu yang kita dengar. Tidak semua yang kita dengar atau kita lihat harus kita sampaikan kepada orang lain. Pandai-pandai lah untuk memilih mana yang harus disampaikan mana yang tidak. Bahkan Rasulullah SAW. bersabda “Cukuplah seseorang dikatakan berdusta bila menceritakan segala hal yang ia dengar“ (HR. Muslim)
Ketiga, jangan berbicara hal-hal yang kotor. Hal-hal yang dimaksud kotor di sini bahasa-bahasa yang mengandung konotasi porno yang menggugah birahi baik kata-kata secara verbal maupun non verbal.
Keempat, jangan memulai debat meski kita benar. Debat merupakan pintu dari kesalahpahaman. Apalagi bila kita berdebat dengan orang yang mempunyai dasar pemikiran yang berbeda. Berdebat hanya akan membuang-buang waktu saja dan menambah permusuhan.
Kelima, dilarang berdusta agar orang lain tertawa. Membuat obrolan menyenangkan dan menjadi pusat perhatian merupakan hasrat dari mereka yang suka mencari perhatian orang atau dulu dikenal dengan nama MPO. Biasanya orang seperti ini rela berbohong untuk meramaikan suasana. Kebiasaan seperti ini dilarang oleh Rosul. Rosulullah SAW. bersabda “Celakalah orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang-orang tertawa. Celakalah dia, dan celakalah dia!” (HR. Abu Daud, dihasankan oleh Al-Albani).
Keenam, jangan berkata ghibah dan fitnah. Ghibah yaitu membicarakan saudaramu dengan apa yang dia tidak suka (HR. Muslim). Sedangkan Fitnah membicarakan apa yang tidak dilakukan oleh saudaramu (HR. Muslim). Berhati-hatilah dengan ghibah karena ketika kita menghibah maka kita seperti memakan bangkai saudaramu.
Ketujuh, tidak memotong pembicaraan. Simaklah dengan baik ketika orang berbicara jangan sekali-kali memotong pembicaraannya. Karena dengan tidak menyimak dengan baik dan memotong pembicaraan bisa jadi kita akan salah menyimpulkan. Belajarlah mendengarkan seperti kita belajar berbicara dengan baik.
Kedelapan, hindari kata-kata kasar. Ketika kita marah seringkali tanpa disadari kita mengeluarkan sumpah serapah, sindiran, kritikan yang pedas. Kadang-kadang kita merasa belum puas jika kita belum melihat lawan bicara kita tersinggung, marah, dan sakit hati. Maka Islam melarang kita untuk berbicara kotor dan kasar.
Lantas bagaimana cara Rosulullah SAW. berbicara. Rosululloh SAW. sebagai teladan bagi umatnya telah memberikan contoh bagaimana seharusnya kita berkomunikasi.
Pertama, berbicara dengan intonasi rendah namun jelas, Beliau berbicara dengan suara yang lembut namun cukup terdengar oleh lawan bicaranya.
Kedua, isi pembicaraan penuh manfaat. Pembicaraan yang beliau lakukan senantiasa penuh hikmah. Tidak menghambur-hambur kan waktu untuk membicarakan sesuatu yang tidak ada gunanya. Rosulullah SAW. bersabda“Termasuk kebaikan islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Ketiga, berbicara hal-hal yang pokok saja. Berbicaranya pendek-pendek tetapi penuh makna. Aisyah ra telah menuturkan, “Sesungguhnya Nabi apabila membicarakan sesuatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya.”(Muttafaq ‘alaih).
Berbicara merupakan kebutuhan fitrah manusia tanpa berbicara akan banyak gagasan, pikiran, dan rasa yang akan terkubur sia-sia. Namun, ingat jika dengan berbicara akan membawa kecelakaan pada diri, keluarga, masyarakat, dan jauhnya negara maka disinilah waktunya diam. Dengan diam dunia akan lebih tenang..