ekonomi

Kondisi Perekonomian Semangkin Memburuk Di Tahun 2023

Senin, 24 Oktober 2022 | 12:33 WIB

Edisi.co.id - resesi dunia berhembus semakin kencang belakangan ini. Inflasi tinggi melanda berbagai negara membuat bank sentralnya agresif menaikkan suku bunga. Bank sentral Amerika Serikat (The Fed) misalnya, sepanjang tahun ini kenaikannya sebesar 300 basis poin, menjadi 3% - 3,25% dan masih akan terus berlanjut. 

Pada November nanti, bank sentral paling powerful di dunia ini diperkirakan akan menaikkan lagi sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% - 4%. Tidak cukup sampai di situ, kenaikan masih akan terus dilakukan hingga awal tahun depan. periode pelambatan atau stagnannya perekonomian disertai dengan inflasi yang tinggi. Sementara resesi merupakan kontraksi pertumbuhan ekonomi setidaknya dalam dua kuartal beruntun. 

Efek keduanya sama-sama buruk bagi perekonomian maupun masyarakat, tetapi stagflasi bisa lebih parah. Ketika inflasi tinggi dan produk domestik bruto (PDB) melambat atau stagnan, maka perlahan-lahan kondisi ekonomi akan semakin memburuk atau 'mati pelan-pelan. 

Baca Juga: Hujan Es Di Wilayah Jabodetabek

kondisi perekonomian memburuk, pemutusan hubungan kerja (PHK) akan terjadi secara masif, dan tingkat pengangguran akan meroket. Inflasi dan tingkat pengangguran yang tinggi bisa menjadi ciri khas dari stagflasi. Sebab, keduanya biasanya berkebalikan. 

Ekonom Nouriel Roubini, atau yang dikenal dengan Dr. Doom, ketika sukses memprediksi krisis finansial 2008, kini memproyeksikan resesi akan menghantam Amerika Serikat di akhir 2022 sebelum menyebar secara global tahun depan. kondisi ekonomi saat ini mirip dengan 2007/2008, dilihat dari tingginya utang negara dan korporasi. Menurut Roubini angka rasio jumlah utang swasta dan publik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global yang telah melonjak dari 200% pada 1999 menjadi 350% tahun ini. 

Lebanon sudah resmi mengalami kebangkrutan. September lalu dikabarkan sudah setuju melakukan 10 poin reformasi guna mendapat bantuan dari Dana Moneter International (IMF) senilai US$ 3 miliar. 

Baca Juga: Tempat Wisata Korea Selatan Yang Wajib Dikunjungi Para K-Popers

Sri Lanka juga sedang bernegosiasi dengan IMF mengenai dana bailout senilia US$ 2,9 miliar, yang diperkirakan akan cari Desember mendatang. Sri Lanka juga sudah resmi mengalami kebangkrutan 

Argentina kembali menjadi pasien IMF awal tahun ini, untuk menggantikan program yang gagal pada 2018. IMF menyetujui review kedua dari program fasilitas pembiayaan tambahan senilai US$44 miliar, tanpa meminta syarat pencairan apapun. IMF juga sudah menyetujui pencairan senilai US$3.8 miliar, sehingga menambah total pinjaman sekitar US$17.5 miliar dari plafon. 

Tunisia mengalami krisis finansial terburuk akibat pandemi Covid-19 kemudian perang Rusia-Ukraina. Fitch Rating memprediksi Tunisia akan mengalami defisit transaksi berjalan hingga 8,4% dari produk domestik bruto (PDB) di tahun ini, lebih tinggi dari 2021 sebesar 6,3%. Tunisia juga sedang bernegosiasi dengan IMF untuk mendapatkan pinjaman senilai US$ 2 miliar - US$ 4 miliar untuk menghindari kebangkrutan. 

Ghana memiliki rasio utang terhadap PDB yang sangat tinggi, sekitar 85%. Hal ini diperburuk dengan jeblonya nilai tukar mata uang cedi sebesar 41% sepanjang tahun ini, dan inflasi pun meroket hingga 33,9% year-on-year (yoy) pada Agustus lalu. 

Baca Juga: THM Xclusive Cafe and Resto Kebakaran, Di Duga Korsleting Listrik

Mesir dilanda capital outflow yang hingga US$ 20 miliar di tahun ini, berdasarkan estimasi JPMorgan. Rasio utang juga mencapai 95% dari PDB, FIM Partners memperkirakan Mesir harus membayar utang dalam bentuk hard currency senilai US$ 100 miliar dalam 5 tahun ke depan, termasuk US$ 3,3 miiliar dalam bentuk obligasi di 2024. 

Goldman Sachs memperkirakan Mesir perlu mendapat paket pinjaman senilai US$ 15 miliar dalam 3 tahun ke depan untuk pendanaan negara, tetapi pemerintahnya dilaporkan mengajukan angka yang lebih kecil. 

Halaman:

Terkini