Edisi.co.id - Sejumlah musisi Tanah Air mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) ke Mahkamah Konstitusi (MK) sejak pekan lalu.
Di antara para penggugat terdapat nama-nama besar seperti Ariel NOAH, Armand Maulana, BCL, Titi DJ, Raisa, Bernadya, Vidi Aldiano, Afgan, Rossa, hingga Ghea Indrawari.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Gerindra, Ahmad Dhani, memberikan kritik tajam.
Baca Juga: Hari Internasional Anti Islamofobia, Anis Matta : Indonesia Ambil Peran Melawan Isu Islamofobia
Menurutnya, langkah para musisi tersebut terkesan kekanak-kanakan karena dinilai ingin menghindari kewajiban membayar izin kepada pencipta lagu atau membayar royalti saat menggelar pertunjukan musik.
"Teman-teman penyanyi itu punya keinginan untuk mendapatkan fatwa dari MK bahwa penyanyi tidak perlu izin pencipta untuk melakukan pertunjukan musik. Kedua, penyanyi tidak perlu bertanggung jawab atas pembayaran royalti. Menurut saya itu kekanak-kanakan," ujar Dhani pada Rabu 12 Maret 2025.
Dhani menegaskan bahwa UU Hak Cipta sudah jelas mengatur kewajiban pembayaran royalti yang harus dipenuhi oleh pelaku pertunjukan.
Ia juga menyoroti bahwa penyanyi harus meminta izin kepada pencipta lagu sebelum membawakan karyanya dalam sebuah acara.
“Sudah jelas semua di UU Hak Cipta bahkan Chat GPT pun tahu (bisa menjawab) bahwa pelaku pertunjukan itu adalah penyanyi, penyanyi harus minta izin pencipta. Royalti, performing rights, harus dibayar pelaku pertunjukan (bukan EO)," imbuhnya.
Tak hanya itu, Dhani juga mengingatkan tentang kasus sengketa hak cipta antara Agnez Mo dan Ari Bias.
Dalam kasus tersebut, hakim telah menyatakan Agnez Mo bersalah karena menyanyikan lagu Bilang Saja tanpa izin dan tidak membayar royalti.
Agnez Mo pun dihukum untuk membayar Rp1,5 miliar kepada Ari Bias.
Terkait gugatan para musisi, mengutip dalam situs resmi MK, pada Selasa 11 Maret 2025, total terdapat 29 musisi yang menjadi pemohon dalam gugatan ini. Permohonan tersebut tercatat dengan nomor akta pengajuan permohonan elektronik (AP3) 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.
Para penggugat mempermasalahkan beberapa pasal dalam UU Hak Cipta yang dinilai menghambat hak mereka sebagai pelaku pertunjukan atau performer.
Mereka juga mengangkat kembali kasus sengketa antara Sammy Simorangkir dengan Badai sebagai contoh permasalahan serupa.
Dalam gugatan tersebut, mereka meminta MK untuk mengubah beberapa ketentuan dalam UU Hak Cipta, antara lain:
1. Pasal 9 ayat (3) – Diminta agar penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tidak memerlukan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, dengan syarat tetap membayar royalti.
2. Pasal 23 ayat (5) – Diminta agar frasa "setiap orang"* dimaknai sebagai *"orang atau badan hukum sebagai penyelenggara acara pertunjukan", kecuali jika ada perjanjian lain antara pihak terkait mengenai pembayaran royalti. Selain itu, pembayaran royalti dapat dilakukan sebelum atau sesudah pertunjukan.
3. Pasal 81 – Diminta agar penggunaan secara komersial dalam suatu pertunjukan tidak membutuhkan lisensi dari pencipta, tetapi tetap memiliki kewajiban membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
4. Pasal 87 – Diminta agar pencipta atau pemegang hak cipta tetap dapat menggunakan mekanisme lain untuk memungut royalti secara nonkolektif dan/atau tanpa diskriminasi.
5. Pasal 113 ayat (2) huruf f – Diminta agar ketentuan ini dinyatakan inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum.
Artikel Terkait
Prof. Dadan Wildan: Populist Education ala Kang Dedi Mulyadi
Kapan Lagi Buka Bareng BRI Festival 2025 Digelar, Beragam Aktivitas Seru Hadir di GBK
Prabowo ke Para Menteri: Perbaiki Semua Sistem, Ada Kecenderungan Birokrasi Bikin Susah!
Prabowo Hargai Dedikasi Para Menteri: Mengabdi Jangan Setengah-setengah
Prabowo: Indonesia Cerah, Kita akan Kelola dengan Baik