Kemudian pengaturan tentang Restorative Justice juga diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, di mana dalam Pasal 5 ayat 1 menyatakan Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut:
tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Selanjutnya di dalam Pasal 5 ayat 8 huruf a menyatakan “Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif DIKECUALIKAN untuk perkara: tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan;”
Bahwa kemudian Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, menegaskan pada Pasal 5 huruf a dan b menyatakan syarat materil dilakukannya keadilan restoratif yaitu tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari Masyarakat; tidak berdampak konflik sosial.
Bahwa pencabulan terhadap anak dikategorikan sebagai tindak pidana kesusilaan yang saat ini meresahkan Masyarakat dan berdampak pada konflik sosial. Artinya jenis tindak pidana kesusilaan ini tidak dapat dilakukan Restorative Justice, jika mengacu pada pendekatan kedua peraturan tersebut. Adapun Klaim perdamaian yang dilakukan oleh para pihak merupakan inisiatif dari para pihak yang membuatnya, namun secara hukum tidak dapat dijadikan alasan hukum untuk menghentikan proses penegakan hukum. Artinya, tidak ada alasan hukum/legal reason yang membenarkan pengehentian tindak pidana pencabulan terhadap anak karena telah dilakukan perdamaian oleh Para Pihak.
Di lain sisi, pandangan hukum dan Logika Hukum Kami berpendapat “jika seseorang (pelaku) menyatakan telah berdamai dengan pihak korban atas suatu peristiwa, BERARTI PARA PIHAK MENYADARI TELAH TERJADI SUATU PERISTIWA TERSEBUT TANPA BISA DIINGKARI OLEH SATU DAN LAIN PIHAK, hanya saja
mereka memilih untuk menyelesaikannya dengan jalan damai”. Namun hal tersebut hanya dapat dilakukan terhadap perkara pidana ringan atau tertentu (lihat : Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif), dan tidak dapat diberlakukan untuk tindak pidana berat atau tindak pidana khusus termasuk pencabulan terhadap Anak. Karena jika Restorative Justice atau perdamaian dapat dilakukan terhadap tindak pidana Pencabulan Anak, maka berpotensi besar meresahkan dan/atau mendapat penolakan dari Masyarakat serta berpotensi berdampak pada konflik sosial.
Untuk menutup pendapat hukum ini, Kami menyampaikan hal penting. Anak adalah anugrah dari Tuhan YME, sehingga harus dilindungi dari segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak juga harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan yaitu dilindungi dari setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Sehingga anak bukanlah alat untuk mendapatkan keuntungan dalam bentuk apapun, dan jika seorang anak nyata-nyata telah diperlakukan dengan tidak senonoh, dicabuli, ditindas, dijadikan bahan untuk mendapatkan keuntungan baik oleh keluarga maupun pihak lain, seyogyanya negara hadir untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi Anak.
Demikian Pendapat Hukum Kami tentang dugaan pencabulan Anak di Kota Depok yang sedang viral, semoga bisa membantu mencerahkan pemikiran Warga Kota Depok yang memiliki slogan “Kota Ramah Anak”. Pendapat Hukum ini juga dibuat berdasarkan Asas, Teori dan Norma yang berlaku serta bukan untuk menyudut pihak-pihak tertentu.***