Menurut Fachrizal, menikah kemudian hamil di bawah usia 20 tahun sangat berisiko. "Membahayakan mental juga sistem reproduksi. Rahim belum kuat dan belum siap," tegas Fachrizal.
Saat ini, jelas Fachrizal, di Jakarta isu kesehatan remaja sedang tidak baik-baik saja. Angka pernikahan di bawah usia 20 tahun masih tinggi.
Pada 2023 tercatat 174 kasus pernikahan di bawah usia 20 tahun. Remaja perempuan mendominasi nikah muda.
"Kami punya data, pada 2023 dari jumlah ibu hamil, 2,5 persennya ibu hamil di bawah usia 20 tahun," terang Fachrizal.
Sylviana Murni, tokoh perempuan mengatakan PP Nomor 28 Tahun 2024 harus sejalan dengan peraturan di atasnya. Perlu sinkronisasi perundangan-undangan.
Secara implisit, Sylviana menyebut PP kontroversi tersebut tidak sejalan dengan Pasal 31 ayat 2 UUD 1945.
"Artinya di dalam undang-undang harus tetap sejalan dengan peraturan-peraturan di atasnya. Contohnya Pasal 31 ayat 2 UUD 1945. Mau tidak mau sebagai manusia kita harus meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," ungkap Sylviana.
Sementara Netty Prasetiyani mengungkapkan PP Nomor 28 Tahun 2024 secara terminologi masih menyisakan banyak pertanyaan. Misalnya perilaku seksual berisiko. "Itu masih ada di pasal upaya kesehatan reproduksi untuk anak sekolah dan remaja. Jadi kalau tidak berisiko tidak apa-apa dong? Jadi tafsirnya bisa liar, kalau tidak dijelaskan," kata Netty, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS.
Baca Juga: PT Tirta Asasta Depok Komitmen Lanjutkan Kolaborasi dengan Pemkot Depok dan PMI
Netty pun mempertanyakan adanya penyebutan soal 'Perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab' pada anak sekolah dan usia remaja yang tercantum di dalam PP tersebut.
Netty mengkhawatirkan jika ini menjadi multitafsir. Seakan-akan seks di luar nikah asal bertanggung jawab diperbolehkan.
Untuk menyudahi polemik ini, Komisi IX DPR RI, lanjut Netty, dalam waktu akan memanggil Menteri Kesehatan. "Untuk menjelaskan masalah yang membuat kegaduhan yang luar biasa dan secara hukum masyarakat bisa melakukan JR (judicial review) terhadap PP ini," kata Netty.
Pada sesi diskusi, peserta menginginkan agar PP ini dihapus atau paling tidak direvisi poin-poin kontroversi. Poin penyediaan alat kontrasepsi diyakini bisa memicu multitafsir masyarakat. Karena tidak ada penjelasan detil.
Di akhir sesi, Ketua Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga MUI DKI Jakarta Hj Nuraini Syaifullah memberikan pernyataan penutup. Menurut Nuraini, MUI mendapat banyak aduan, keresahan terkait kontroversi PP Nomor 28 Tahun 2024.
"Pasal-pasal ambigu ini sangat meresahkan masyarakat," ujar Nuraini.
Artikel Terkait
Gelar Aktivitas Media Workshop, Yamaha Kupas Tuntas Berbagai Update Teknologi Canggih Pada Mesin NMAX TURBO
Buka Workshop Pemutakhiran PK-24, Fajar Himbau Jaga Kualitas Data
SMPIT Pesantren Nururrahman Adakan Workshop Penyusunan Perangkat Bahan Ajar Bersama Dr Awalludin & Irma Nurul Fatimah S.T
Bangun Mental Berbicara Santri, Pesantren Leadership Daarut Tarqiyah adakan Workshop Public Speaking Santri Jago Singa Podium Bersama Dr. Awaluddin Fa
Bidhumas Polda Metro Jaya Gelar Workshop Pembuatan Konten Menarik
Bangun Kebersamaan Santri, Pesantren Leadership Daarut Tarqiyah adakan Workshop Stop Bullying Menuju Muslim Sejati