Buku dan Pemikiran: Senjata yang Lebih Ampuh daripada Pedang

photo author
- Kamis, 25 September 2025 | 10:03 WIB

edisi.co.id – Pentingnya Buku dalam Perjuangan Kemerdekaan Sejarah mencatat bahwa para pendiri bangsa Indonesia adalah pembaca yang haus akan pengetahuan. Mohammad Hatta, saat diasingkan ke Boven Digoel oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1927, membawa serta 16 peti buku. Alasannya sederhana namun mendalam: “Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” Pengasingan ini justru menjadi ruang bagi Hatta untuk terus belajar dan merumuskan pemikiran tentang kemerdekaan.

Kolonialisme Belanda takut terhadap pemikiran bebas dan kelompok terdidik yang menuliskan visi merdeka. Tulisan memiliki kekuatan membuka kesadaran, mengubah cara pandang, dan membebaskan manusia dari penindasan. Pemikiran manusia tidak bisa dikendalikan sepenuhnya, tetapi perilaku destruktifnya dapat dibatasi. Dengan kata lain, pemikiran adalah sarana pembelajaran dan pembebasan, bukan tindakan merusak.

Kekuatan Narasi dalam Mengubah Kesadaran Kolektif

Baca Juga: Gulirkan Relaksasi Pajak Daerah, Pemprov DKI Jakarta: Bukti Keberpihakan pada Warga dan Dunia Usaha

Yang ditakuti dari pemikiran bebas adalah kekuatan narasi yang mampu membangkitkan kesadaran kolektif. Contohnya terlihat dalam novel Max Havelaar karya Eduard Douwes Dekker (Multatuli), diterbitkan pada 1860. Buku ini menggambarkan penderitaan rakyat Nusantara akibat sistem tanam paksa (cultuurstelsel) di bawah kolonialisme Belanda.

Karya ini bukan sekadar fiksi; ia memicu perubahan pandangan di Belanda, menimbulkan kegemparan, dan mendorong reformasi. Perasaan malu elite Belanda mendorong perubahan kebijakan, termasuk munculnya Politik Etis pada 1901. Kebijakan ini memberikan program pendidikan, irigasi, dan emigrasi sebagai bentuk tanggung jawab terhadap rakyat bumiputra. Dampak jangka panjangnya masih terlihat, termasuk permintaan maaf resmi Belanda atas perbudakan dan eksploitasi kolonial.

Pendidikan dan Kritik terhadap Pendudukan

Perbandingan menarik muncul saat pendudukan Jepang (1942–1945). Sutan Sjahrir, tokoh intelektual dan Perdana Menteri pertama Indonesia, mengkritik sistem pendidikan fasis militer Jepang yang diterapkan pada pemuda Indonesia. Pendidikan menekankan disiplin militer tanpa ruang berpikir kritis.

Sjahrir khawatir fasisme ini akan bergabung dengan sisa-sisa feodalisme lokal dan menghambat kemerdekaan sejati. Ia menekankan bahwa revolusi Indonesia harus bersih dari unsur fasisme Jepang agar pemimpin dapat merumuskan dasar negara demokratis. Tanpa kelompok terdidik yang berpikir kritis dan menuliskan gagasan tentang Pancasila dan UUD 1945, kemerdekaan Indonesia mungkin tidak akan tercapai.

Kaderisasi dan Pendidikan Politik

Hal ini relevan dalam konteks kaderisasi partai politik. Partai dengan sistem rekrutmen dan pendidikan kader yang baik mencerminkan kualitas pemimpinnya. Contohnya adalah Partai Indonesia Raya (Parindra), didirikan pada 1935 sebagai fusi organisasi seperti Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia.

Di Jambi, pendiri Parindra adalah Dr. Sagaf Yahya, dokter asal Minangkabau yang mendirikan cabang partai ini pada 1935 sebagai ketua pengurus, yang juga merupakan residen pertama Jambi. Parindra menekankan kaderisasi melalui pendidikan nasionalis dan kooperatif, termasuk merekrut intelektual muda untuk memperkuat perjuangan anti-kolonial. Kemampuan membaca dan menulis dengan dasar pengetahuan yang kuat menjadi syarat penting untuk menjadi kader kompeten. Buku menyediakan dunia di mana seseorang menemukan fondasi pemikirannya.

Pengaruh Keluarga dalam Pembentukan Pemikiran

Motivasi membaca dan menulis juga dipengaruhi oleh keluarga. Ayah saya, Dr. Enir Reni Sagaf Yahya, lulusan Universitas Andalas, pernah bertugas sebagai dokter di Kelantan, Malaysia (1979–1988), terdaftar di Malaysian Medical Council (MMC) di bawah Kementerian Kesihatan Malaysia. Beliau adalah pembaca tekun, menyantap sepuluh koran sehari dan beberapa majalah dari Indonesia. Kebiasaan ini membentuk pola pikir kritis sejak dini.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rohmat Rospari

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB
X