Global Sumud Flotilla Masuki Zona Kuning, UBN: Relawan Tetap Semangat Meski Dihujani Serangan

photo author
- Rabu, 1 Oktober 2025 | 07:37 WIB
Pembina Indonesia Global Peace Convoy (IGPC), Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) ketika memberikan keterangan kepada awak media - Foto: Henri Lukmanul Hakim
Pembina Indonesia Global Peace Convoy (IGPC), Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) ketika memberikan keterangan kepada awak media - Foto: Henri Lukmanul Hakim



Edisi.co.id, Jakarta - Rombongan Tim Global Sumud Flotilla yang membawa misi kemanusiaan menuju Gaza kini telah memasuki zona kuning. Meskipun dihadang berbagai bentuk intimidasi, termasuk serangan drone, semangat para relawan tidak goyah.

Hal ini disampaikan oleh Pembina Indonesia Global Peace Convoy (IGPC), Ustaz Bachtiar Nasir (UBN), dalam konferensi pers bertajuk “Mengawal Global Sumud Flotilla” yang digelar di Jakarta, Selasa (30/9) malam.

"Alhamdulillah, sekarang kapal sudah berada di zona kuning. Sebenarnya dalam kondisi seperti ini, saya pribadi dan teman-teman diliputi kegelisahan bukan karena takut, tetapi karena kepedulian terhadap rekan-rekan yang sudah berlatih dan menjalin kerja sama erat selama ini," ungkap UBN.

Baca Juga: PLN dan Bayang-bayang Korupsi: Transparansi yang Belum Menyala 

Ia menjelaskan, memasuki zona kuning berarti memasuki wilayah dengan risiko tinggi. Namun, tantangan sesungguhnya justru akan dihadapi ketika kapal memasuki zona merah, yakni perairan Gaza antara Mesir dan Siprus.

"Kalau sudah masuk zona merah, Israel itu tidak ada ampun. Tidak ada ampun kecuali untuk yang punya kekuatan politik besar," tegasnya.

UBN menambahkan, situasi sangat bergantung pada kondisi geopolitik yang labil, bahkan menyebut keputusan militer Israel bisa berubah tergantung “mood Netanyahu, sama seperti Trump.”

Baca Juga: Global Peace Convoy Indonesia Minta Pemerintah Kawal Relawan di Global Sumud Flotilla

Kapal Kecil, Misi Besar: Kampanye Kemanusiaan Lewat Laut

Menanggapi pertanyaan publik mengenai ukuran kapal yang relatif kecil, UBN menekankan bahwa tujuan utama flotilla bukanlah mengangkut bantuan dalam jumlah besar, melainkan mengampanyekan akses kemanusiaan ke Gaza.

"Target kita sebenarnya ada di kampanyenya, bukan seberapa besar muatannya. Kapal ini adalah simbol untuk menembus blokade dan membuka jalur kemanusiaan," jelas UBN.

Masing-masing kapal hanya mengangkut maksimal 30 orang dengan logistik terbatas. Sebagian besar kapal yang digunakan adalah kapal bekas, dibeli dengan harga sekitar USD 100.000 (sekitar Rp1,6 miliar) termasuk biaya nahkoda dan perlengkapan bantuan.

Baca Juga: Amnesty International Indonesia: Pencabutan ID Pers adalah Tindakan Otoriter dan Anti Demokrasi

Diserang Sejak Awal, Relawan Indonesia Tetap Siaga

Sejak keberangkatan dari Barcelona, armada flotilla sudah menghadapi berbagai ancaman. Di antaranya serangan drone yang diluncurkan dari pangkalan militer Amerika Serikat di Sicilia, yang menyasar kapal-kapal yang bersandar di pelabuhan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Henri Lukmanul Hakim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X