Di sisi lain, lanjut Dedi, pengurangan dana iklan tidak membuat pemberitaan tentang Jawa Barat berkurang, bahkan semakin ramai dibaca masyarakat.
“Dari 50 miliar menjadi 3 miliar, apakah media di Jabar kehilangan sumber berita? Menurut saya tidak. Hari ini malah banyak yang dibaca orang,” sambungnya.
Janji-Janji Transparansi
Situasi ini menimbulkan pertanyaan publik. Di satu sisi rakyat diajak bergotong royong menyumbang uang harian, di sisi lain pemerintah mengelola anggaran triliunan rupiah yang sebagian besar masih terserap untuk utang dan proyek lama.
Kritik muncul agar pemerintah lebih fokus pada efisiensi belanja ketimbang menambah beban moral kepada masyarakat.
Di sisi lain, Pemprov Jabar memastikan seluruh laporan donasi seribu rupiah per hari akan terbuka untuk publik.
Namun perlu diingat, transparansi saja belum cukup. Sebagian publik menilai, tanpa perbaikan tata kelola dan kejelasan prioritas belanja, gerakan ini dikhawatirkan hanya menjadi simbol solidaritas tanpa dampak nyata.
Sementara itu, Dedi Mulyadi menegaskan langkah-langkah yang diambilnya adalah bagian dari komitmen untuk menjaga semangat gotong royong di tengah kondisi fiskal yang berat.
“Ini bukan soal besar kecilnya uang, tapi soal kebersamaan membangun Jawa Barat,” tukas Dedi.***
Artikel Terkait
Pertemuan 2 Jam Prabowo Jokowi, Menhan Sjafrie Ungkap Pesan Kebangsaan
Benah-benah Program MBG: Sertifikasi Ribuan Dapur Dikebut di Tengah Maraknya Kasus Keracunan
Tepuk Sakinah dan Doa Sunyi di Balik Lonjakan Perceraian: Maknanya Sentuh Akar Persoalan Keluarga
Menunggu Finalisasi Regulasi Makan Bergizi Gratis, Langka Pemerintah Jaga Keberlanjutan Program Prioritas
5 Fakta di Balik Crash Brutal Marc Marquez di MotoGP Mandalika: dari Perpanjang Kutukan hingga Potensi Cedera Bahu